kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APB3I minta relaksasi ekspor


Selasa, 10 Januari 2017 / 22:08 WIB
APB3I minta relaksasi ekspor


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pemerintah tengah disibukkan dengan revisi PP no.23 tahun 2010 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Upaya ini merupakan revisi ke dempat dari aturan turunan UU No.IV tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menilai, kebijakan ini malah keluar dari semangat hilirisasi hanya menguntungkan perusahaan tambang asing yang beroperasi di Indonesia.

Dasarnya, dalam suratnya kepada Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar menyebut ada 11 poin dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Selain terkait divestasi dan perusahaan status KK dan PKP2B menjadi IUPK OP, Surat dikirim tanggal 28 Desember 2016 berisi kebijakan hilirisasi khusus terkait ekspor konsentrat atau produk hasil olahan. Pada poin 7 dinyatakan bahwa penjualan hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah dan jangka waktu tertentu tidak berlaku bagi komoditas mineral logam nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium. Sementara, komoditi tembaga masih diperkenankan mengekspor produk olahan.

Padahal, sejauh ini menurut APB3I perusahaan tambang seperti PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara belum menunjukkan komitmen nyata untuk membangun smelter tembaga. Apalagi di RPP baru tersebut, perusahaan pemegang kontrak karya masih beoleh mengekspor hasil olahan hanya dengan mengubah izin menjadi izin usaha produksi khusus operasi produksi.

"Ada ketidakadilan dalam penerapan kebijakan. Kami menduga kebijakan ini hanya untuk mengakomodir kepentingan pihak tertentu dalam hal ini perusahaan tambang asing," ujar Ketua APB3I, Erry Sofyan dalam keterangan resmi, Selasa (10/1).

Selain itu, terkait dengan bea keluar yang nantinya dimanfaatkan untuk membangun smelter oleh BUMN yang ditunjuk pemerintah seperti yang terkandung dalam poin 8 dan 9, seharunya pemerintah memberi fasilitas insentif fiskal dan non fiskal untuk mendukung percepatan pembangunan fasilitas pemurnian khususkomoditas yang dilarang ekspor ini. Sehingga pelaku usaha di komoditas ini bisa membiayai sendiri. Selain itu, Erry meminta izin ekspor terbatas untuk bauksit harus dilakukan mengingat cadangan yang besar dan banyaknya kebutuhan ekspor.

Saat ini, harga bauksit global sebesar US$ 30 per ton. Jika setiap tahun diperkenankan dieskpor sebanyak 40 juta ton per tahun maka negara akan mendapat tambahan devisa senilai US$ 1,2 miliar. Bandingkan jika hanya dikenakan bea keluar senilai US$ 5 per ton, negara hanya mendapat US$ 200 juta per tahun.

Data Kementrian ESDM menyebutkan, sumber daya bausit Indonesia mencapai 7,5 miliar ton dan cadangan sebesar 3,2 miliar ton. Jika diasumsikan setiap tahun ekspornya sebesar 40 juta ton maka selama lima tahun sebesar 200 juta ton. Dengan asumsi tersebut, cadangan bauksit nasional untuk Industri Alumina dengan kebutuhan dalam negeri 6 juta ton per tahun masih bisa bertahan 503 tahun.

Menurutnya, negara selama ini telah kehilangan potensi devisa sebesar Rp 18,9 triliun per tahun dan pajak dan PNBP sebesar Rp 6,3 triliun per tahun. Kemudian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat yang merupakan tempat deposit bauksit terbesar di Indonesia juga pada tahun 2014 menjadi 5,02%, dari sebelumnya 6,04% di tahun 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×