kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Askindo pesimistis dana pemerintah bisa tingkatkan produksi kakao


Selasa, 23 Januari 2018 / 19:59 WIB
Askindo pesimistis dana pemerintah bisa tingkatkan produksi kakao
Sentra Perkebunan Kakao di Sulawesi


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) menganggarkan dana sebesar Rp 2,7 triliun yang akan dialokasikan untuk benih dan pupuk tanaman perkebunan. Kakao pun menjadi salah satu komoditas perkebunan yang disasar pemerintah.

Meski pemerintah sudah menganggarkan dana untuk sektor perkebunan tersebut, namun Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) pesimistis hal tersebut dapat meningkatkan produksi kakao nasional.

Ketua Umum Askindo, Zulhelfi Sikumbang berpendapat, peningkatan produksi kakao sulit untuk dilakukan terlebih bila bantuan yang diberikan berupa benih dan pupuk. Menurutnya, program ini dapat disalahgunakan lantaran pengawasannya yang belum terjamin.

Zulhelfi bilang, untuk meningkatkan produktivitas kebun maka petani kakao harus dilatih supaya mandiri. “Kalau ingin produksi meningkat, petani harus mandiri. Artinya, pemerintah cukup memberikan penyuluhan pada petani kakao. Masalahnya, tidak ada anggaran untuk penyuluhan,” ujar Zulhelfi.

Menurut Zulhelfi, pada 2009-2012 sudah ada program gerakan nasional (gernas) kakao dengan dana hampir mencapai Rp 4 triliun. Namun, dia bilang, produksi kakao tidak kunjung meningkat.

Padahal, sudah ada sekitar 430.000 ha lahan yang termasuk dalam program gernas ini. “Kalau sudah ada sekitar 430.000 ha yang di-replanting, dengan produktivitas 1 ton per ha, maka produksi dari lahan itu sudah ada 430.000 ha. Padahal luas lahan kakao kita sampai sekarang 1,1 juta ha, setidaknya produksi kakao minimal 650.000 ha,” ujarnya.

Melihat kondisi ini, Zulhelfi memperkirakan produksi kakao tahun ini akan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Dia berpendapat, bila produksi kakao tahun 2017 hanya berkisar 320.000 ton, maka produksi tahun ini hanya 300.000 ton.

Sementara itu, Zulhelfi pun memandang kebutuhan industri atas kakao masih dapat terus terpenuhi lewat impor. Dia pun mengatakan jumlah impor kakao terus meningkat.

“Industri tidak masalah karena kebutuhannya masih dipenuhi impor. Kakao dari impor juga produktivitasnya lebih bagus dan ada aromanya, meskipun lebih mahal tetapi itu tidak masalah,” ujar Zulhelfi.

Menurutnya, harga kakao di tingkat petani Indonesia saat ini berkisar Rp 23.000 per kg, sementara harga internasional Rp 25.000-26.000 per kg. Di pabrikan, harga kakao lokal sekitar Rp 27.000 per kg, sementara harga kakao impor sekitar Rp 30.000 per kg.

Bila harga kakao terus menurun, Zulhelfi memperkirakan akan memilih untuk beralih menanam komoditas lainnya. “Petani di Indonesia kan mudah mengganti tanamannya. Kalau ada komoditas lain yang lebih menguntungkan, dia akan beralih ke komoditas itu,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×