kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asosiasi tekstil berharap dukungan pemerintah lewat kebijakan insentif yang konsisten


Senin, 19 Februari 2018 / 16:15 WIB
Asosiasi tekstil berharap dukungan pemerintah lewat kebijakan insentif yang konsisten
ILUSTRASI. Diskusi sektor industri kimia, tekstil dan aneka (IKTA)


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) berharap kepada pemerintah agar konsisten dalam menetapkan kebijakan untuk sektor industri kimia, tekstil dan aneka (IKTA). Dengan kebijakan yang mendukung industri, produk industri dalam negeri akan mampu bersaing di pasar global.

"Contohnya soal insentif jika ada perluasan usaha, saat ini implementasi dari peraturan tersebut belum terasa," kata Anne Patricia Sutanto, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Luar Negeri API saat rapat di Kementerian Perindustrian, Senin (19/2).

Selain itu, API menekankan soal pentingnya menerapkan harga gas yang lebih kompetitif. "Pemakaian gas sangat banyak diserap oleh industri hulu kami," ungkap Anne.

Sedangkan untuk pabrikan pakaian jadi (garmen) kebanyakan menggantungkan energi dari listrik. "Kami juga berharap kualitas layanan dan listrik dari PLN lebih baik lagi. Cost kami juga besar di sana, diharapkan jangan ada pengaturan tarif beban puncak," beber Anne.

Hal ini disebabkan pabrik garmen memakai tenaga kerja yang banyak dan bekerja dalam shift. API mencatat total tenaga kerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mencapai 3 juta orang.

Di sisi lain, Anne mengapresiasi insentif program vokasional yang digalakkan Kementerian Perindustrian. Hal tersebut dianggap mampu mengejar ketertinggalan kebutuhan industri akan sumber daya manusia yang terampil.

Anne yang juga menjabat sebagai Vice President Director PT Pan Brothers Tbk (PBRX) menyebutkan industri tekstil Indonesia memiliki orientasi ekspor yang besar mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga Eropa. "Sekarang kami berusaha mengejar agar free trade agreement bisa sejajar dengan kompetitor, Vietnam," imbuhnya.

Vietnam memang digadang-gadang menjadi kompetitor utama penghasil garmen global, baru-baru ini market share negara tersebut mencuat menjadi 6,7% secara global. Padahal kata Anne, beberapa tahun belakangan pangsa pasarnya hanya kisaran 1,8%.

Adapun perusahaannya, PBRX juga berorientasi ekspor mulai dari Asia, Eropa dan AS. Rata-rata porsi ekspor PBRX mencapai 95% tiap tahunnya.

Direktur Jenderal Sektor IKTA Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan tiap tahunnya industri tekstil, khususnya garmen bisa tumbuh 5%-6%. "Kalau FTA dengan AS dan Eropa jadi tahun ini, pertumbuhannya bisa sampai 7%," imbuhnya, Senin (19/2).

Kementerian Perindustrian mencatat sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menyumbang produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 150,43 triliun. Nilai ekspor sektor ini mencapai US$ 12,58 miliar atau sekitar Rp 168,5 triliun di 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×