kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan importir wajib tanam bawang putih dinilai pengusaha tidak adil


Rabu, 25 Juli 2018 / 19:22 WIB
Aturan importir wajib tanam bawang putih dinilai pengusaha tidak adil
ILUSTRASI. PANEN BAWANG PUTIH


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengusaha bawang putih memprotes Peraturan Menteri Pertanian akan impor bawang putih. Solusi wajib tanam bagi importir bawang putih swasta dirasa tidak adil dan memberatkan pedagang.

Antonius Iwan Dwi Laksono, Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara menyatakan aturan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang tertera dalam Peraturan Menteri 38 no tahun 2017 berlaku dengan tidak adil.

"BUMN tidak usah tanam hanya impor, sedangkan pengimpor diwajibkan tanam, kenapa ini dibedakan," katanya, Rabu (25/7).

Asal tahu, sesuai dengan pasal dalam Permentan tersebut, importir swasta diwajibkan untuk menanam bawang putih sebanyak 5% dari volume permohonan RIPH sebelum mendapatkan Surat Perizinan Impor (SPI).

Hal tersebut berbanding terbalik dengan bila perusahaan plat merah ingin mengajukan SPI, yakni tanpa kewajiban harus menanam terlebih dahulu.

Lebih lagi, aturan ini menjadi kendala bagi importir swasta karena pada dasarnya mereka bukan petani melainkan pedagang. Sehingga beleid tersebut membuat upaya tanam benih menjadi terkendala dari sisi pengadaan, eksekusi dan pengadaan lahan baru.

Menurut Antonius, realisasi RIPH 2018 baru sekitar 280 Ha, dari kewajiban seluas sekitar 4.000 Ha. Minimnya realisasi itu karena area tanam bawang putih di area dataran tinggi sudah tidak banyak karena dibangun pemukiman.

Tak hanya itu, beban produksi tersebut pada dasarnya berpotensi menaikkan harga jual bawang putih. Namun dengan impor yang dilakukan BUMN harga menjadi relatif terkendali, tapi pangsa pasar otomatis jadi didominasi oleh produk impor.

"Beberapa anggota kami yang sudah ajukan RIPH dan lakukan tanam tapi belum dikeluarkan SPI nya dari Kemdag, sedangkan BUMN sudah dikeluarkan dan mereka tidak ada tanam," kata Antonius.

Menanggapi hal tersebut, Syaiful Bahari anggota dewan pertimbangan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) menyatakan aturan ini berpotensi membangun dominasi perdagangan melalui kartel yang terindikasi berasal dari perusahaan plat merah.

"Sekarang muncul pengimpor baru di daftar SPI, mereka orang lama-baru dengan pemodal sama, ini memunculkan kartel baru di bawang putih," katanya. Menurutnya kini sudah banyak Badan Usaha Milik Negara yang berasal dari Jawa Barat dan beberapa daerah di Indonesia yang mulai mengajukan izin impor.

Syaiful menegaskan, kini pengusaha terus merugi karena setelah melakukan tanam, namun ternyata RIPH nya tidak kunjung terbit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×