kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini cara Mitra Adiperkasa segarkan fesyen lokal


Senin, 30 Mei 2016 / 22:01 WIB
Begini cara Mitra Adiperkasa segarkan fesyen lokal


Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Berbagai fesyen global kian menjamur masuk Tanah Air. Persaingan pun kian ketat.  Salah satunya, Al Futtaim yang tengah memangkas ritel fesyen di Singapura dan berencana menancapkan kuku di Indonesia. 

Di Indonesia, Al-Futtaim menjadi distributor merek Ted Baker, Bebe, Roxy, Quicksilver, Vince Camuta dan Cache Cache.

Salah satu peritel fashion PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) memandang lumrah persaingan dengan peritel Singapura. “Persaingan brand akan selalu ada. Tapi kami tidak khawatir kalau brandnya kuat, sudah ada positioningnya sendiri,” ujar Fetty Kwartati, Sekretaris Perusahaan PT Mitra Adiperkasa Tbk kepada KONTAN, Minggu (29/5). 

Untuk menghadapi persaingan, pemilik gerai Sogo, Debenhams, dan Lotus ini mengusung produk terkini yang kuat dengan harga yang kompetitif. 

Fetty tidak memungkiri, setiap brand punya life cycle. Maka dari itu, peritel harus rajin memperbarui brand yang ada dengan perkembangan fes. Pertimbangannya dilihat dari kecocokan segmen pasar dan penjualan.

“Setiap tahun kami tidak melanjutkan kontrak merek-merek tertentu. Karena tidak semua brand pas di Indonesia. Ada brand yang belum waktunya masuk ke Indonesia atau terlalu tinggi kelasnya,” ungkapnya.

Namun, dia menolak untuk membeberkan nama merek yang sudah diputus kontraknya. Meski telah melepas sejumlah merek, tahun ini MAPI tidak akan menambah merek baru.

Sebenarnya, kata Fetty, masyarakat Indonesia suka dengan produk fashionable. “Ciri khas konsumen Indonesia, mereka mau mengeluarkan uang lebih banyak untuk produk yang fashionable. Bukan soal kualitas atau konsep,” kata dia.

Fetty memandang pasar Singapura tidak jauh berbeda dengan Indonesia. “Kalau dilihat dari tren dan selera hampir sama. Masyarakat Indonesia sudah melek merek dan fesyen.

Selama ini Indonesia menjadikan Singapura sebagai benchmark. “Brand yang sukses di Singapura biasanya sukses juga di Indonesia,” kata dia.

Fetty mengakui, potensi pasar Indonesia amat besar. “Brand besar melihat Indonesia sangat besar potensinya karena ruang tumbuhnya lebih besar,” kata dia. Hal ini didorong oleh jumlah populasi Indonesia yang besar sehingga konsumennya lebih variatif dan dinamis.

Selain itu, Fetty melihat, pasar fashion Singapura semakin sepi karena konsumen Indonesia lebih memilih berbelanja dalam negeri. Padahal, kebanyak konsumen di Singapura itu berasal dari Indonesia. Tren ini semakin terlihat sepuluh tahun belakangan.

“Dulu orang ke Singapura untuk belanja barang bermerek. Tapi sekarang barangnya sudah dijual di Indonesia jadi tidak perlu lagi ke sana,” kata dia.

Director, Head of Research and Consultancy Savills Indonesia, Anton Sitorus menilai, Daya tarik Indonesia, lanjut Anton, terletak pada populasi yang besar, pertumbuhan kelas, dan pengeluaran pendapatan tinggi. Selain itu, mereka juga memlihat tren gaya hidup masyarakat Indonesia yang gemar berbelanja.

“Orang Indonesia sudah dicap sebagai orang-orang konsumtif. Itu juga yang mendorong mereka datang ke sini,” ujar Anton.

Menurut Anton, merek asing yang hijrah ke Indonesia dari Singapura bukan karena pemain ritel di sana sudah terlalu banyak. Seperti di Hong Kong, peritel fashion menjamur namun tetap tumbuh karena pasarnya memang besar.

“Di ritel, pemain yang banyak tidak menjadi masalah. Kompetisi memang ketat tapi mereka tetap bisa bertahan. Kalau mereka pindah, lebih karena segmennya memang lebih cocok di Indonesia,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×