kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,95   -19,57   -2.09%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

'Good Bye' Department Store lokal


Sabtu, 28 Mei 2016 / 11:40 WIB
'Good Bye' Department Store lokal


Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri, Pamela Sarnia | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pengusaha department store lokal mulai cemas. Mereka harus bersiap melawan kekuatan asing bermodal tanpa batas.

Maklum, Peraturan Presiden No 44/2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka atau dikenal dengan aturan Daftar Negatif Investasi (DNI), membuka investor asing masuk dan menguasai sampai 67% saham department store dengan luas lantai di bawah 2.000 m².

Sebagai perbandingan, aturan sebelumnya, pemain asing boleh berbisnis department store asalkan seluas di atas 2.000 m² per gerai. "Sekarang dengan luas toko 50 m² saja, asing bisa masuk ke daerah seperti Banyuwangi, dan bersaing dengan lokal.

Sudah jelas lokal tidak kuat karena modal asing lebih kuat dan tanpa batas," tandas Tutum Rahanta, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), kepada KONTAN, Jumat (27/5).

Yang patut dicatat, lebih dari 50% pemain department store di Indonesia memiliki luas toko di bawah 2.000 meter persegi. Mayoritas toko itu didirikan dan dijalankan turun temurun oleh pengusaha lokal.

Pun area bisnisnya berkembang secara lokal dan tak terafiliasi dengan jaringan nasional. Tutum mencontohkan, Naga, dan Pojok Busana di Jakarta, Yogya Department Store di Bandung dan area Jawa Barat, Rita Department Store maupun Sri Ratu Pasaraya di Jawa Tengah.

Mereka tumbuh dan menjadi ikon hanya di daerah asalnya. "Masing-masing daerah itu memiliki jagoan masing-masing," ungkap Tutum.

Yang paling dikhawatirkannya, peritel asing menyasar ke segmen middle low. "Karena itu market yang paling tebal," kata Tutum yang juga menjabat Direktur Pojok Busana.

Memang, persaingan adalah biasa dalam bisnis. Persoalannya, kata Tutum, ada ketidakseimbangan dalam bersaing. Dia menyebutkan, peritel asing didukung pembiayaan bunga murah di negara asalnya.

Sementara peritel lokal terbebani oleh beban bunga tinggi dan menanggung imbas inefisiensi sistem ekonomi Indonesia, maupun tingginya beban biaya logistik. "Jadi, dari awal gelanggang persaingan sudah tidak seimbang," tandas Tutum.

Apa mau dikata, aturan ini sudah terbit. Oleh karena itu, salah satu pemain lokal department store, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk memilih mempersiapkan kuda-kuda.

"Kami sudah memperkirakan, cepat atau lambat asing akan masuk. Ya kami harus upgrade diri," kata Setyadi Surya, Sekretaris Perusahaan Ramayana Lestari Sentosa Tbk kepada KONTAN.

Minta insentif

Namun, Setyadi berharap pemerintah memberikan kemudahan izin membuka department store di daerah bagi pemain lokal. Selama ini, banyak daerah melarang department store di dekat pasar tradisional. "Padahal lokasi yang strategis berada di dekat pasar tradisional," kata Setyadi.

Roy N Mandey, Ketua Umum Aprindo menyatakan, Aprindo tak pernah dilibatkan dalam penyusunan DNI department store. Jika aturan ini tetap dipertahankan, Roy juga setuju sudah sepantasnya pemain lokal mendapatkan insentif.

"Bisa insentif pajak maupun kemudahan ekspansi," kata Roy Jika aturan ini tak diimbangi keberpihakan pada peritel lokal, bukan mustahil, department store lokal bakal tenggelam dan tamat riwayatnya. "Pemerintah wajib memberikan proteksi bagi peritel lokal," tegas Roy.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×