kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini ragam keluhan pengusaha AS kepada Kemenperin


Kamis, 03 Agustus 2017 / 17:24 WIB
Ini ragam keluhan pengusaha AS kepada Kemenperin


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kementerian perindustrian (Kemenperin) menggelar pertemuan dengan sejumlah perusahaan multinasional asal Amerika Serikat (AS) yang tergabung dalam US-ASEAN Business Council (US-ABC) pada Kamis (3/8).

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyampaikan, pertemuan tersebut memang rutin dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan masukan dan hambatan yang dihadapi oleh para pelaku industri asal negeri Paman Sam tersebut. Hambatan itu terutama soal regulasi pemerintah Indonesia.

“US-ABC memang rutin bikin pertemuan dengan kementerian, terutama dengan Kemenperin. Salah satu tujuannya juga untuk mendengarkan keluhan-keluhan yang dihadapi oleh industri mereka yang beroperasi di sini," kata Airlangga saat ditemui usai pertemuan di kantornya, Kamis (3/8).

Dalam pertemuan tersebut, Airlangga mengaku, ada banyak pertanyaan dari delegasi pengusaha asal Amerika. Salah satunya, terkait kepastian regulasi hingga terbukanya akses bahan baku lokal. Salah satu industri makanan dan minuman asal AS juga sempat menanyakan perihal mekanisme lelang gula yang akan diterapkan bagi industri di Indonesia.

"Ada banyak hal yang dipertanyakan delegasi Amerika. Intinya mereka meminta kepastian regulasi hingga terbukanya akses bahan baku lokal. Pertama yang diminta delegasi yaitu mengajak memperkuat industri gula rafinasi. Tujuannya, agar pasokan bahan bakunya tidak terganggu," papar Airlangga.

Tak hanya itu, pebisnis AS juga ingin memastikan skema bisnis yang sesuai dengan regulasi lelang gula tersebut. Karena dengan adanya lelang, tentu skema bisnis yang selama ini dilakukan akan berubah.

Di samping itu, perusahaan multinasional teknologi dan jasa asal AS, General Electric (GE) juga meminta pemerintah untuk lebih ketat memonitor pelaksanaan Program TIngkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sudah diatur.

Pihak GE mengatakan, pabrik boilernya yang berlokasi di Surabaya, saat ini tingkat utilitasnya sangat rendah, bahkan nyaris nol karena tidak ada pembelian sama sekali. Hal itu terjadi, lantaran beberapa proyek pembangkit di Indonesia masih menggunakan boiler impor, sehingga menyebabkan pabrik boiler GE sepi pembeli.

"Untuk meningkatkan utilisasi industri nasional memang tidak mudah. Ini jadi pekerjaan rumah yang serius bagi kami. Memang harapan mereka TKDN ini bisa berjalan, sehingga para pengusaha Amerika bisa kerja kembali," tutur Airlangga. Ia juga menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal meningkatkan utilitasi dari pada produksi atau industri nasional.

Lain lagi keluhan dari pengusaha industri yang berbasis bahan baku selain gula, seperti industri pakan ternak. Pengusaha Amerika berharap, agar bahan baku yang berasal dari luar negeri dimudahkan aksesnya. Bahkan, bahan baku lokal ditingkatkan. "Contohnya jagung dan singkong. Karena itu sangat mempengaruhi produksi mereka," kata Airlangga.

Ia juga menjelaskan, jika para pengusaha Amerika juga menyinggung soal industri farmasitikal, terutama tentang implemantasi Undang-Undang (UU) halal. Sebab, industri farmatikal ini menggunakan produk kimia yang belum diketahui kandungan halalnya. Maka, mereka mengharap sertifikasi dan fermentasi yang jelas. "Mereka khawatir nanti akan mengganggu suplai bahan baku maupun rencana pengembangan perusahaan di Indonesia," paparnya.

Dalam kesempatan itu, perusahaan telekomunikasi asal AS juga mengapresiasi kebijakan TKDN untuk produk gawai berjaringan 4G LTE yang membagi ketentuan investasi menjadi tiga, yakni melalui hardware, software dan inovasi.

Tambahan informasi saja, pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari 75 perusahaan AS seperti, Adobe, Amazon, Bechel, BP, Cargil, Caterpillar, Chevron, Cisco, Coca-cola, Expedia, Exxon Mobile, Oracle, Zoetis, UPS, Time Warner, General Electric, dan Visa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×