kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,08   6,72   0.72%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini rekomendasi CPOPC untuk menghadapi penolakan atas CPO


Selasa, 08 Mei 2018 / 22:36 WIB
Ini rekomendasi CPOPC untuk menghadapi penolakan atas CPO
ILUSTRASI. Panen tandan buah segar kelapa sawit


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia tengah menghadapi berbagai tantangan dalam memasarkan produk sawit pasar global. Salah satunya adalah pelarangan penggunaan minyak sawit dalam biodiesel yang sedang dicanangkan dan dibahas oleh parlemen Uni Eropa.

Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa saat ini isu deforestasi adalah isu yang paling disoroti oleh Uni Eropa. Namun menurutnya, setelah masalah deforestasi selesai, akan banyak hambatan-hambatan yang akan ditemui Indonesia ke depannya.

Sawit adalah komoditas yang kompetitif dan akan semakin kompetitif. Produktivitasnya akan meningkat terus. Akibatnya, dia akan terus dengan minyak nabati di negara itudan punya potensi untuk terus tergerus,” ujar Mahendra.

Untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, terdapat berbagai rekomendasi yang diberikan oleh CPOPC. Pertama adalah fokus di sektor hulu dengan meningkatkan produktivitas.

Menurutnya, replanting yang dilakukan sekarang tidak perlu diperdebatkan. Karena replanting tersebut mendorong penggunaan bibit unggul dan didukung akses pembiayaan.

Dengan begitu maka keberlanjutan produksi sawit tanpa perluasan lahan dapat dijaga dan kesejahteraan petani dapat dicapai bahkan dapat memberdayakan masyarakat di daerah terpencil.

Selanjutnya, peningkatan nilai tambah sawit harus terus dilakukan. Baik untuk produk yang sudah ada maupun pengembangan produk dengan inovasi.

Tak hanya itu, diperlukan juga arah kebijakan pemerintah yang lebih jelas terhadap sawit. Ini memperhitungkan nilai tambah yang dihasilkan dan kepemimpinan pemerintah.

“Perlu diingat, Indonesia merupakan negara produsen dan konsumen sawit terbesar d dunia. Tidak yang banyak yang kompetitif sekaligus menjadi konsumen terbesar. Dengan begitu pengaruh Indonesia bisa lebih besar,” ujar Mahendra.

Sebagai catatan, produksi minyak sawit Indonesia tahun 2017 sebesar 38,17 juta ton. Sementara ekspornya sebesar 31,05 juta ton.

Mahendra melanjutkan, diperlukan strategi yang unik dan kreatif untuk mengekspor minyak sawit. Pasalnya, masing-masing negara memiliki keunikan.

“Pengusaha atau industri perlu kreatif untuk membangun kerja sama dengan negara tujuan, mulai dari pengembangan nilai tambah maupun distribusi dengan demikian akan menjaga kesinambungan pasokan sawit Indonesia,” terang Mahendra.

Dia pun menjelaskan, bahwa pasar besar harus terus dijaga sementara pasar kecil harus terus dikembangkan. Khusus untuk aeropa, komunikasi lugas dan sejajar harus divangun. Apalagi, ini menyangkut kepentingan bersama.

Ada tiga skenario terkait rencana kebijakan Uni Eropa. Pertama adalah skenario ideal yakni ada solusi permanen yang berorientasi pada SDGs. Kedua adalah skenario status quo dengan sistem sertifikasi yang saat ini di Eropa masih berlaku secara suka rela.

Ini akan menjadi persoalan bila dilegislasi baik oleh Uni Eropa maupun negara anggota. Artinya, akan terjadi diskriminasi. Ketiga ada skenario terburuk, yakni pelarangan minyak sawit (banning palm oil). “Kita harus siap dengan skenario terburuk,” tambah Mahendra.

CPOPC sendiri akan terus membangun posisi yang setara dengan Uni Eropa dan negara lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×