kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemperin masih mengkaji arah kebijakan kendaraan rendah emisi


Senin, 21 Mei 2018 / 10:21 WIB
Kemperin masih mengkaji arah kebijakan kendaraan rendah emisi
ILUSTRASI. Bus listrik pada pameran GIIComvec


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian tengah mempercepat pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri. Langkah strategis yang dilakukan, antara lain dengan mengkaji arah kebijakan ke depan bersama pemangku kepentingan terkait untuk mendorong produksi kendaraan emisi karbon rendah (Low Carbon Emission Vehicle/LCEV) yang ramah lingkungan.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Harjanto menjelaskan bila Indonesia tidak ingin hanya menjadi pengguna atau importir kendaraan listirik saja, maka perlu ada pembangunan industrinya. Hal tersebut disampaikannya seusai mendampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bertemu dengan Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono beserta jajarannya.

Harjanto menjelaskan, dalam pengembangan kendaraan listrik, perlu ada tahapan yang dijalankan secara terpadu sebagaimana peta jalan pengembangan industri otomotif baik dalam hal penyiapan regulasi atau payung hukum, infrastruktur pendukung, dan teknologi. “Selain itu, kesiapan untuk keberlanjutan industri, dampak lingkungan, dan dampak sosial,” imbuhnya dalam keterangan pers (21/5).

Oleh karena itu, Kemperin berupaya menyinkronkan kebijakan pengembangan kendaraan bermotor nasional menjadi sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. “Dalam menuju revolusi industri 4.0, kami memacu industri otomotif agar mampu menjadi sektor unggulan untuk ekspor ICE (internal combustion engine/mesin pembakaran dalam) dan EV (electric vehicle/kendaraan listrik),” tuturnya.

Harjanto juga menekankan bahwa pembangunan infrastruktur kendaraan listrik seperti charging station menjadi sangat penting. “Jangan sampai ketika sudah bicara otomotif, ternyata infrastrukturnya belum siap. Jadi, kami berharap nanti masyarakat pakai kendaraan listrik dengan mudah dan nyaman,” ujarnya.

Selanjutnya, Kemperin mendorong peningkatan kemampuan industri komponen dalam negeri, seperti memproduksi baterai untuk kendaraan listrik. Upaya ini antara lain dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) serta penerapan standardisasi produknya.

“Industri komponen baterai juga harus disiapkan karena menjadi core component dalam mobil listrik. Kemenperin tengah menyiapkan proyek percontohan battery sharing untuk kendaraan bermotor listrik roda dua di beberapa kota, seperti Bandung, Denpasar dan akan menyusul Yogyakarta untuk penggunaan baterai yang bisa ditukar, seperti penggunaan tabung gas LPG pada kompor,” paparnya.

Dalam upaya transfer teknologi, pada Februari lalu, Mitsubishi Motors Corportion (MMC), Jepang menghibahkan 10 mobil listrik kepada Pemerintah Indonesia untuk keperluan studi bersama, sosialisasi, dan menjaring respons konsumen.

Strategi lainnya untuk mendorong industri otomotif di Indonesia agar berinvestasi memproduksi kendaraan listrik, yakni melalui pemberian insentif. Kemenperin telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan mengenai pemberian insentif terhadap pengembangan program LCEV, yang di dalamnya termasuk kendaraan listrik.

“Pada tahun 2025, kami menargetkan 20% dari kendaraan yang diproduksi di Indonesia adalah kendaraan LCEV termasuk kendaraan listrik. Ini sesuai tren dunia. Jika permintaannya tinggi, targetnya kami bisa lebih dari itu,” papar Harjanto.

Kemampuan industri otomotif di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sehingga memberikan kontribusi signifikan pada perekonomian nasional. “Misalnya, terlihat jumlah ekspor dalam bentuk komponen kendaraan yang naik hingga 13 kali lipat, dari 6,2 juta pieces tahun 2016 menjadi 81 juta pieces tahun 2017,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Warih menyampaikan, TMMIN berkomitmen mendukung pemerintah untuk membangun industri mobil listrik dalam negeri. “Kami secara bertahap sudah menyiapkan produksi komponen utama yang dibutuhkan untuk membuat mobil listrik, seperti baterai, motor dan inverter,” sebutnya.

Sebelum masuk ke tahap produksi massal, lanjut Warih, perlu pertimbangan cermat pada empat pilar utama, yaitu supply chain (rantai pasok meliputi semua aktivitas penyaluran barang produksi hingga ke konsumen), infrastruktur, konsumen dan regulasi pemerintah. “Bagi TMMIN, keempat pilar tersebut menjadi pekerjaan rumah yang harus lebih dahulu diselesaikan dan itu tidak mudah serta tidak bisa dalam tempo yang singkat,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×