kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah diminta perkuat kepastian hukum agar investasi pertambangan naik


Kamis, 10 Mei 2018 / 18:18 WIB
Pemerintah diminta perkuat kepastian hukum agar investasi pertambangan naik
ILUSTRASI. Pabrik Feronikel Antam


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk memperkuat kepastian hukum dan stabilitas politik, termasuk perpajakan dan biaya-biaya lainnya. Hal itu untuk meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara tujuan investasi di sektor pertambangan minerba dan batubara (minerba).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan investor hanya akan berinvestasi di Indonesia jika mendapatkan kepastian dalam berbagai aspek. Pasalnya, hal tersebut diperlukan untuk menyusun rencana jangka panjang. Sehingga, kata Yustinus, nilai investasi itu selalu berbanding lurus dengan kepastian hukum dan stabilitas politik.

Ia menambahkan, berdasarkan hasil riset dari Fraser Institute yang diterbitkan tahun ini, posisi Indonesia sebagai negara tujuan investasi minerba tergolong rentan. Dalam beberapa indeks seperti perpajakan, regulasi lingkungan, kebijakan fiskal, kepastian regulasi, dan stabilitas politik, posisi Indonesia rata-rata berada di jajaran bawah.

Menurutnya, hal tersebut bukan hanya menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah. Pasalnya, berbagai ketidakpastian bagi investor tidak jarang berasal dari peraturan-peraturan di daerah. "Perlu juga sosialisasi kepada pemda mengenai pentingnya penciptaan kepastian hukum agar investasi meningkat," kata Yustinus, Rabu (9/5).

Terkait dengan kebijakan pemerintah daerah, Yustinus menilai berbagai kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) memiliki konsekuensi dan dilematis. Menurutnya, beberapa kasus pernah terjadi terkait hal ini karena kurangnya pemahaman pemerintah daerah terkait rezim kontrak dalam pertambangan.

"Misalnya ada kasus PT Newmont Nusa Tenggara soal pajak kendaraan bermotor (PKB) dan PT Freeport Indonesia soal pajak air permukaan (PAP). Dua perusahaan tersebut pemegang Kontrak Karya (KK) yang kewajiban pajaknya sesuai yang tercantum di dalam kontraknya. Di luar itu, sebenarnya tidak wajib untuk mereka," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×