kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pencabutan pohon di lahan eks kebakaran dikritik


Kamis, 16 Februari 2017 / 15:48 WIB
Pencabutan pohon di lahan eks kebakaran dikritik


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memutuskan mencabut tanaman akasia di areal konsesi lahan bekas kebakaran milik PT Bumi Andalan Permai (BAP) di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Keputusan KLHK ini ternyata mendapat protes dari sejumlah akademisi karena kebijakan ini dinilai tidak pro pada investasi.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Yanto Santosa mengatakan pemerintah akan kesulitan apabila hendak mengambil alih lahan gambut bekas kebakaran tersebut. Sebab, lahan tersebut saat ini statusnya merupakan hutan produksi.

Untuk mengubah menjadi hutan konservasi atau lindung akan membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan proses yang panjang. Jadi kalau alasannya lahan tersebut akan direstorasi, pihaknya mempertanyakan. "Berarti itu kan alih fungsi, perubahan fungsi lahan, perubahan RTRW (Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah),” kata Yanto.

Menurut Yanto, soal kebakaran lahan ini banyak yang gagal paham. Misalnya saja soal denda terhadap perusahaan yang dinilai membakar lahannya diwajibkan membayar denda Rp 7,8 triliun. Padahal asetnya saja tidak sampai Rp 1 triliun.

Apalagi di penjelasan pasal 90 ayat 1 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 07/2014 pada ketentuan umum disebutkan bahwa kerugian lingkungan hidup hanya terjadi pada lahan publik atau pada ruang publik.

Pakar Tanah IPB Basuki Sumawinata menambahkan, lahan bekas kebakaran sewajarnya ditanami kembali. Apalagi status lahan tersebut merupakan lahan konsesi untuk produksi. “Kalau lahan itu berizin, mestinya kan tugasnya kan memproduksi kembali. Kalau dia udah tanam atas usahanya kemudian tidak boleh ditanami, itu tujuannya apa? Apakah akan disita oleh negara? Ini kan aneh. Disuruh berusaha, tapi tidak boleh ditanami,” kata ahli gambut ini.

Basuki mempertanyakan kebijakan pemerintah yang melarang melakukan penanaman di lahan bekas kebakaran. Sebab di negara-negara lain, lahan bekas kebakaran juga dilakukan penanaman.

“Kalau solusinya lahan habis kebakaran tidak boleh ditanami kembali, lantas solusinya apa? Apakah Kementerian LHK atau Badan Restorasi Gambut yang akan menanami lahan tersebut? Saya yakin mereka tidak mampu menanami lahan seluas itu,” katanya.

Menurut Basuki, kalau solusi yang diambil pemerintah terhadap lahan bekas kebakaran tidak boleh ditanami, maka dipastikan dunia usaha di sektor HTI dan perkebunan sawit akan suram.

“Padahal sektor HTI dan perkebunan kelapa sawit terbukti telah menggerakan perekonomian Indonesia, menyerap banyak tenaga kerja, dan penghasil devisa yang besar. Jadi langkah Kementerian LHK ini sangat tidak pro investasi,” tandas Basuki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×