kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perpadi: Bisnis perberasan tergantung ketersediaan bahan baku


Selasa, 03 April 2018 / 21:27 WIB
Perpadi: Bisnis perberasan tergantung ketersediaan bahan baku
ILUSTRASI. Ketua Perpadi Sutarto Alimoeso dan Dirut Bulog Djarot Kusumayakti melihat lahan sawah di Indramayu


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persatuan Pengusaha Penggilingan Beras dan Padi (Perpadi) menilai, baik atau tidaknya bisnis perberasan sangat tergantung kepada ketersediaan bahan baku. Bila produksi padi nasional diklaim baik, maka seharusnya produksi beras dalam negeri pun akan baik.

"Sepanjang barangnya ada, maka tidak akan ada persoalan meskipun harga jual dipatok oleh pemerintah," ujar Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso kepada Kontan.co.id, Selasa (3/4).

Selain ketersediaan barang, Sutarto pun berpendapat keberlangsungan bisnis beras juga tergantung atas peraturan yang ditetapkan pemerintah. Dia mengatakan, peraturan yang ditetapkan seharusnya tidak menyulitkan.

Tak hanya itu, menurutnya juga tidak boleh ada unsur paksaan. "Misalnya ada sistem setor atau gabah dilarang bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain. Ini membuat bisnis tidak menyenangkan,"jelas Sutarto.

Tahun lalu, per 1 September, pemerintah pun menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan beras premium. Menurutnya, bila harga tersebut diterapkan saat musim surplus beras, maka HET tidak terlalu diperlukan.

Menurut Sutarto, bulan Maret hingga Agustus adalah saat di mana pasokan beras di Indonesia berlimpah. Saat-saat ini adalah di mana seharusnya tidak boleh terjadi gejolak harga. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pun menjadi patokan harga dalam pembelian beras.

Sutarto menambahkan, saat ini merupakan situasi yang normal bagi penggilingan maupun perusahaan dalam menjalankan bisnis beras. Akhir tahun lalu, penggilingan kecil memang sulit menjalankan usahanya lantaran sulit membeli gabah.

Namun, dengan harga gabah yang saat ini mulai menurun, dia berpendapat seharusnya beras bisa dijual sesuai dengan HET yang ada.

Tahun ini, harga beras memang masih tergolong tinggi. Namun, dia mengatakan evaluasi baru bisa dilakukan pada Juli dan Agustus, untuk menentukan apakah Indonesia surplus beras atau tidak.

Sutarto berpendapat, terdapat indikator yang perlu dicermati untuk melihat kondisi beras surplus atau tidak.

Menyangkut apakah Bulog kesulitan melakukan pengadaan, apakah harga beras mengalami kenaikan, apakah harga terkendali setelah HET ditetapkan, dan apakah dilakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga.

"Faktor-faktor itu yang menjawab, kalau Bulog susah cari barang, harga beras naik, harga di atas HET, operasi pasar dilakukan harga tetap naik, artinya supply kurang," tandas Sutarto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×