kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perusahaan lokal borong 30 pesawat buatan China


Jumat, 29 Juli 2016 / 09:21 WIB
Perusahaan lokal borong 30 pesawat buatan China


Reporter: Markus Sumartomdjon, RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Perusahaan pembiayaan China Aircraft Leasing Group (CALC) baru saja membeli 30 pesawat penumpang bermesin ganda ARJ 21 buatan Commercial Aircraft Corporation of China Ltd (Comac). Rencananya, sebuah perusahaan penerbangan asal Indonesia yang belum disebut namanya, bakal mengoperasikan pesawat tersebut.

Informasi yang dikutip Reuters (22/7) menyebut, CALC memfasilitasi pembelian 30 unit pesawat jenis 30 Comac ARJ-21 itu seharga US$ 2,3 miliar. Nanti, pesawat buatan China ini bakal berdatangan secara bertahap dalam lima tahun ke depan.

Dalam kesepakatan tersebut, Comac akan membuat pusat perawatan dan kantor layanan purna jual di Indonesia. Meski tergolong pembelian cukup besar, pesawat tersebut belum memiliki sertifikasi dari regulator penerbangan asal Amerika Serikat seperti Federal Aviation Administration (FAA). Artinya, pesawat ini tidak bisa bebas terbang ke semua tempat tujuan.

Siapa pembelinya? Menurut Hemi Pamuraharjio Kepala Pusat Komunikasi dan Informasi Publik sejauh ini tidak ada maskapai Indonesia yang membeli pesawat dari China. Kalaupun betul, pesawat tesebut wajib ada sertifikasi validasi. Kemungkinan, katanya, pembelian tersebut oleh perusahaan non maskapai penerbangan.

"Ini prosesnya panjang, kalau mau aman harus ada sertifikasi dari lembaga yang kami akui," katanya ke KONTAN, Kamis (27/7).

Begitu juga dengan Indonesia National Air Carrier Aviation (INACA). Tengku Burhanudin, Sekretaris Jenderal INACA menyatakan belum mendengar pembelian pesawat dari China ini. Pembelian pesawat terbang buatan China yang terakhir kali dilakukan oleh Merpati Airlines saat membeli pesawat MA 60.

Gerry Soejadman, pengamat penerbangan, menyatakan, bila ada perusahaan non penerbangan membeli pesawat terbang, harganya lebih mahal 60% akibat terkena bea masuk. Berbeda dengan maskapai penerbangan yang membeli pesawat sudah tidak dikenakan bea masuk lagi.

Kalaupun perusahaan lokal ini betul membeli pesawat asal China tersebut, menurut Gerry itu bukan diperuntukan untuk dipakai sendiri. "Tidak mungkin perusahaan ini memakai sendiri, bisa jadi disewakan ke maskapai lain untuk niaga," terangnya.

Dalam catatan KONTAN, selain Merpati Airlines, ada satu perusahaan lokal yang pernah minat membeli pesawat asal China yaitu Merukh Enterprise. Lewat anak usaha di bidang penerbangan, PT Dirgantara Air Services dan PT Sabang Merauke Air Charter, perusahaan yang didirikan oleh mendiang Jusuf Merukh ini pernah menyepakati pembelian pesawat terbang dengan Comac.

Namun, untuk kali ini, Presiden Direktur dan Chief Executive Officer (CEO) Merukh Enterprises Rudy Merukh menegaskan bukan perusahaannya yang akan membeli 30 unit pesawat udara buatan China. "Kami konfirmasi bahwa bukan Merukh Enterprises yang membeli pesawat-pesawat tersebut," terangnya kepada KONTAN, kemarin.

Ketertarikan perusahaan ini terhadap pesawat China lantaran secara teknologi sudah bisa menyamai pesawat asal Eropa atau Amerika. Sedangkan dari sisi harga terbilang lebih miring dibandingkan dengan pesawat terbang buatan Eropa dan Amerika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×