kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Santori siap impor 7.500 sapi bakalan di awal 2017


Rabu, 21 Desember 2016 / 14:50 WIB
Santori siap impor 7.500 sapi bakalan di awal 2017


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Uji Agung Santosa

Darwin. Ribuan sapi-sapi indukan PT Santosa Agrindo akhirnya berlayar dari Darwin Port menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Berangkat 21 Desember, sapi-sapi indukan tersebut akan tiba 26 Desember 2016. Anak usaha PT Japfa Comfeed Tbk ini membeli 3.741 sapi dari PT Frontier International. Jumlah yang besar yang dibeli oleh perusahaan Indonesia di akhir tahun 2016 ini.

Sales Manager Frontier Tony Gooden mengatakan, pasar sapi indukan dan sapi bakalan di Indonesia sangat besar. "Indonesia bahkan menjadi pangsa pasar terbesar bagi Australia, termasuk Frontier," ujar Gooden kemarin di Darwin. (21/12) Selain Santori, Frontier juga menjual sapi-sapi peternak Australia untuk Tanjung Usaha Mandiri, Mitra Agro, Widodo Makmur, Coffey International.

Frontier bahkan sudah siap mengapalkan pesanan sapi bakalan sejumlah perusahaan Indonesia di tahun depan. Beberapa di antaranya: Santori yang siap impor 7.500 sapi bakalan serta Tanjung Usaha Mandiri sebanyak 7.500 sapi di 2017. Target Frontier, pertumbuhan bisnis perusahaan perdagangan sapi Australia ini bisa tumbuh 20% dari tahun 2016 yang segede 120.000-130.000 sapi.

Mendukung kebijakan Indonesia atas program swasembada sapi, Gooden bilang, banyak peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia sembari dalam proses mandiri sapi. Indonesia bisa menjadi pintu keluar produk sapi halal halal ke sejumlah negara Middle East. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara dengan standar halal yang lebih baik dari negara-negara tetangga Indonesia.

Andre Omer Siregar, Indonesian Consul Northern Theritory Australia (Darwin) mengatakan, peluang Indonesia mengekspor produk sapi memang besar. Hanya, pemenuhan produk impor agrikultural, termasuk sapi untuk kebutuhan masyarakat Indonesia dulu. "Jika kebutuhan lokal sudah terpenuhi, baru bisa ekspor," ujar Andre kemarin (21/12).

Safuan K. Suwondo, Country Head Santosa Angrindo mengatakan, salah satu kendala terbesar yang harus dihadapi pengusaha untuk impor sapi untuk impor adalah tingginya bea masuk. Ambil contoh bea masuk indukan. Untuk impor sapi indukan, pengusaha harus membayar 5% bea masuk. Padahal sapi indukan dibutuhkan untuk mengejar program swasembada sapi di Indonesia. Makanya, pengusaha meminta pemerintah untuk merevisi aturan tersebut.

Perubahan aturan juga membuat eksportir sapi juga harus mengantisipasi pengembangan sapi di Australia. Pasalnya, selama ini pengembangan sapi Australia disesuaikan dengan kebutuhan Indonesia sebagai pasar terbesar yakni lebih dari 60%. Gooden memberi contoh saat kebijakan pemangkasan impor sapi beberapa waktu lalu. "Banyak usaha peternakan di Aussie harus tutup," ujarnya. Bahkan perusahaan sapi besar Australia NACC akan menjual bisnis sapinya.

Tak ingin peristiwa itu terulang, perusahaan Australia mencari pasar baru di luar negeri. "Salah satunya Vietnam yang pasarnya tumbuh sangat cepat. Apalagi banyak kemudahan yang diberikan Vietnam ke pengusaha, " ujarnya. Selain Vietnam, Frontier juga mengekspor sapi-sapi ke Thailand, Filipina dan Kamboja.

Jika pasar mereka terus berkembang bukan mustahil importir kita akan bersaing mendapatkan pasokan sapi dengan negara-negara lain. Dengan tingkat kegagalan pengembangan sapi indukan yang sangat besar di tingkat petani Indonesia, harapan pemenuhan daging sapi bakal menghadapi tantangan lebih berat lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×