kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal kasus Abu Tours, Komnas Haji dan Umrah kritik kinerja Kementerian Agama


Minggu, 21 Januari 2018 / 21:37 WIB
Soal kasus Abu Tours, Komnas Haji dan Umrah kritik kinerja Kementerian Agama
ILUSTRASI. Setelah Travel Fair, Wisata Umrah Masih Diminati


Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj menilai Kementerian Agama sebagai regulator dalam penyelenggaraan umrah kurang tegas.

"Sedari tahun lalu, sebenarnya sudah banyak pihak yang mengingatkan Kementerian Agama agar travel mendapat pengawasan secara ketat, sehingga bisa menekan dan mengantisipasi terjadinya gagal berangkat seperti saat ini," ujar Mustolih kepada Kontan.co.id, Minggu (21/1).

Menurut dia, Kemenag sudah semestinya segera memberikan surat peringatan dan meminta komitmen Abu Tours agar segera memberikan kepastian terkait kapan jemaah tersebut diberangkatkan.

Lebih lanjut dia bilang, selama ini, langkah Kemenag dalam memberikan sanksi cenderung lambat sehingga merugikan jemaah. Adapun, UU Nomor 13 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 secara jelas mengatur Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang gagal memberangkatkan jemaahnya, terkena sanksi administrasi pencabutan izin.

Sementara itu, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus (Kemenag), Arfi Hatim mengatakan, sebagai regulator, pihaknya belum masuk dalam pembicaraan mengenai sanksi. "Karena fokus kami agar hak-hak jemaah bisa terpenuhi," ujar Arfi saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (21/1). Adapun, hak-hak jemaah yang dimaksud meliputi manasik, keberangkatan, kepulangan, akomodasi, konsumsi, dan lainnya.

Terkait pencabutan izin, Arfi menyatakan bahwa regulator tengah menunggu realisasi dari komitmen Abu Tours yang akan menjadwal ulang. Adapun, lanjut Arfi, Kementerian Agama bakal merevisi aturan untuk menutup celah-celah yang berpotensi merugikan jemaah umrah, memperkuat kerja sama dengan instansi atau kementerian, dan mengembangkan sistem.

Menurut Arfi, poin-poin yang nantinya akan direvisi dalam aturan tersebut antara lain pembatasan waktu pendaftaran maksimal 6 bulan, penetapan harga referensi, sanksi yang lebih rinci, serta akreditasi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×