kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Strategi Mobil Anak Bangsa pasarkan bus listrik


Kamis, 22 Maret 2018 / 17:57 WIB
Strategi Mobil Anak Bangsa pasarkan bus listrik
ILUSTRASI. Pameran kendaraan komersial GIIComvec


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski aturan kendaraan listrik belum jelas, produsen otomotif dalam negeri mulai memamerkan kendaraan listriknya. Tak ketinggalan di kendaraan komersil ada PT Mobil Anak Bangsa (MAB) yang sudah memamerkan prototipe bus listriknya.

Leonard, President Director PT Mobil Anak Bangsa, menjelaskan dari Maret 2017 hingga Maret tahun ini sudah ada dua prototipe yang dimiliki MAB. Saat ini keduanya sudah dimasukan dalam proses administrasi uji laik jalan di Kementerian Perhubungan dan juga surat rekomendasi uji tipe ke Kementerian Perindustrian.

"Bila adminstrasi dan pengujian sudah siap baru bisa kami bisa menjual secara massal," kata Leonard, Kamis (22/3).

Untuk saat ini, proses produksi bus MAB mulai dari chassis hingga pemasangan karoseri berada di lingkungan pabrik karoseri New Armada. Lokasinya ada di Magelang, Jawa Tengah.

Dalam waktu bersamaan pabrik utama MAB saat ini dipersiapkan di daerah Subang, Jawa Barat. "Saat ini lahan pabrik sudah ada 10 hektar dan saat ini masih dalam proses pembangunan. "Bila sudah masuk tahap mass production akan bisa memproduksi satu sampai tiga unit bus dalam sehari dengan tenaga kerja sebanyak 100 orang lebih," lanjutnya.

Sayangnya untuk nilai investasi bus ini belum dibeberkan. Yang jelas ke depan bus ini rencananya akan dipasarkan sekitar Rp 3 miliar sampai Rp 4 miliar per unit. "Saat ini kami sudah jajaki penjualan ke Trans Jakarta dan bahkan Angkasa Pura 2 bahkan sudah teken MoU untuk digunakan di airport," jelasnya.

Meski terbilang harganya lebih mahal pada bus umumnya, Leonard menjelaskan kunci utama dalam pemasaran terdapat di efisiensi bahan bakar. Bila bahan bakar fosil, per l kilometer memakan biaya Rp 2000an,sedangkan untuk bus listrik memakan biaya 1 kilometer per Rp 800. "Biaya perawatan juga murah karena tidak perlu beli oli," jelasnya.

Untuk saat ini, hampir semua komponen bus berasal dari dalam negeri. Hanya baterai, motor listrik diimpor dari Jepang dan kaki engsel diimpor dari Jerman. Namun Leonard menjelaskan pihaknya masih mencari produsen dalam negeri untuk bisa menyuplai komponen yang masih harus diimpor.

Bahkan perusahaan yang dimiliki Moeldoko ini siap lepas kepemilikan saham sebanyak 5% untuk perusahaan yang mau kontribusi desain kendaraan, atau penelitian komponen baterai. "Kita akan berikan investasi untuk penelitian lebih lanjut," tambah Leonard.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×