kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Strategi PLN menahan gejolak rupiah & minyak


Jumat, 25 Mei 2018 / 10:06 WIB
Strategi PLN menahan gejolak rupiah & minyak
ILUSTRASI. PLTU Suralaya Unit 9 dan 10


Reporter: Azis Husaini | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengaku tengah melakukan stress test dalam enam bulan. Uji daya tahan ini untuk menahan tarif listrik agar tak naik, menyusul melemahnya rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan harga minyak dunia.

Saat ini rupiah di kisaran Rp 14.200 per dollar AS dan harga minyak West Texas Intermediate US$ 71 per barel Sofyan Basir, Direktur Utama PLN, menjelaskan, PLN tengah melakukan berbagai simulasi daya tahan keuangan perusahaan ini terhadap kondisi rupiah dan harga minyak.

"Saya tak bisa bilang kami kuatnya rupiah sampai angka berapa, yang jelas kami sedang stress test ini," ungkap dia, Rabu (24/5) malam.

Strategi PLN menghadapi dua masalah itu dengan efisiensi. Misalnya mematikan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan membuat jaringan. Dengan begitu, pembelian bahan bakar minyak (BBM) tidak ada lagi, karena sistem listrik sudah masuk dari pembangkit. "Saya selalu bertanya ke direksi regional, berapa diesel mati? Kapan jaringan masuk? Harga pokok produksi turun tidak?," ujar Sofyan, Rabu (24/5) malam.

Misalnya, biaya pokok produksi Sumatra pada Januari 2015 itu masih Rp 1.700 per kWh, sekarang 1.200 per kWh. Kemudian, PLN juga memeriksa kualitas batubara langsung ke tambangnya dari kalori sampai sulfur "Kami membuat zonasi transportasi batubara. Enggak bisa mengirim ke pembangkit di Jawa dari Sumatra, paling tidak dari Kalimantan Selatan (Kalsel). Kalau pembangkit di Sumatra mengirim batubara juga harus dari Sumatra," kata dia.

Dengan zonasi transportasi bisa menekan biaya. Selain itu, pihaknya terus mengejar pencurian listrik dan menagih piutang lama. "Di Jawa Timur (Jatim) ada dua pabrik Rp 160 miliar kita tagih. Padahal lampunya terang ongkosnya digelapkan," kata dia.

Lalu, PLN membetulkan meteran yang rusak. Perusahaan setrum negara ini memiliki 1.000 petugas untuk memeriksa meteran jika ada kecurangan. "Kalau itu masih kurang kami ketok pintu pemerintah? PMN atau subsidi," ujarnya. Maksudnya meminta Penyertaan Modal Negara atau subsidi.

Lalu PLN juga akan melakukan akuisisi tambang batubara untuk memenuhi kebutuhan pembangkit. Bulan ini akan ada dua akuisisi lahan tambang dengan produksi 3 juta-5 juta ton per bulan.

Buy back global bond

Di sisi manajemen, kata Sofyan, PLN akan menekan bunga utang dan mengurangi risiko tingkat bunga yang lebih mahal di masa datang. Ada beberapa utang jatuh tempo PLN di tahun 2019–2020 (penerbitan tahun 2007 dan 2009, sedianya jatuh tempo Agustus 2019, Januari 2020 dan Juni 2037).

Maka, pada Senin (21/5) lalu PLN menerbitkan global bond di Singapore Stock Exchange (SGX) dengan nilai US$ 2 miliar. Rinciannya US 1 miliar selama 10 tahun dan US$ 1 miliar selama 30 tahun. "Proses penerbitan global bond PLN dan pembelian kembali sebagian global bond lama tersebut secara simultan, praktis tidak ada uang keluar dari kas PLN," kata dia.

Manfaat penerbitan global bond tersebut, yakni manajemen likuiditas pada pertengahan tahun 2019 dan awal 2020. Jadi kewajiban pelunasan jatuh tempo US$ 750 juta (global bond due 2019) dan US$ 1,25 miliar (global bond due 2020) hampir seluruhnya sudah tidak ada. Ganinya, global bond baru yang jatuh tempo pada tahun 2028 dan 2048. "Global bond untuk membeli global bond yang bunganya mahal. Kami dapat bunga sekarang 5,45% dan 6,15% atau lebih murah. Ini namanya liability management dan penghematan biaya bunga berjalan," ujarnya.

Dia juga menjelaskan, sebenarnya bunga utang 5% masih mahal. PLN berasumsi mendapat bunga utang 4,5%, tapi The Fed menaikkan suku bunga 25 basis poin dan naik kembali tiga kali. Sehingga uang investor masuk semua ke AS. "Makanya tidak ambil jangka menengah," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×