kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren inflasi tinggi menghantui bisnis ritel


Sabtu, 04 Februari 2017 / 15:53 WIB
Tren inflasi tinggi menghantui bisnis ritel


Reporter: Andy Dwijayanto, Dede Suprayitno | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pengusaha ritel berharap lonjakan kenaikan harga barang atau inflasi Januari 2017 yang mencapai 0,97%,  tidak mengganggu bisnisnya. Karena itu, agar inflasi yang cukup tinggi ini tak memengaruhi daya beli masyarakat, peritel akan melakukan beberapa cara agar penjualan tahun ini tidak lesu.

Dalam catatan Badan Pusat Statistik, angka inflasi Januari 2017 ini tertinggi sejak tiga tahun terakhir. Pemicu inflasi Januari 2017 diantaranya, kebijakan pemerintah menaikan biaya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan keputusan PLN mengerek tarif listrik. Sementara harga bahan pangan yang naik tinggi terutama cabai rawit merah.

Memang gambaran inflasi tinggi ini belum terasa oleh peritel. PT Ramayana Lestari Sentosa misalnya, mengklaim penjualan sepanjang Januari 2017 lalu masih tumbuh. "Januari cukup baik, sekitar 4%," ujar Aloysius Santosa, Hubungan Investor PT Ramayana Lestari Sentosa kepada KONTAN, akhir pekan ini.

Nah, untuk tetap menjaga penjualan, peritel ini akan gencar berpromosi. Peritel yang menyasar kalangan menengah bawah menjaga agar tak terjadi gejolak harga.

Saat ini Ramayana menggantungkan pertumbuhan penjualan dari luar Jawa, khususnya Sumatra dan Kalimantan. Lantaran sekitar 49% gerai Ramayana ada di luar Jawa.

Ia pun berharap ada perbaikan kondisi ekonomi di daerah yang masih menggantungkan harga dan pasar komoditas di sana, seperti kelapa sawit, karet atau batubara.

Agar penjualan tetap mekar tahun ini, Ramayana akan menambah gerai sekitar empat sampai enam gerai anyar di luar Jawa. Lewat aksi ini, Aloysius berharap pertumbuhan bisnis Ramayana sepanjang 2047 bisa mencapai 9%-10% dari tahun lalu.

Harga bisa naik

Strategi yang hampir serupa juga dilakukan oleh Transmart Carrefour. Perusahaan yang bernaung di bendera bisnis Trans Corp ini tetap menggelar program promosi potongan harga agar kunjungan pelanggan ke gerainya tetap ramai. "Kami harus tetap menciptakan daya beli, dan menciptakan peluang," ujar Satria Hamid, General Manager Corporate Communication PT Trans Retail Indonesia kepada KONTAN.

Sementara itu, bagi peritel seperti Hypermart dan Foodmart, dampak inflasi tersebut berpengaruh kuat pada penjualan di sekitar Jakarta. Namun, perhatian manajemen jatuh pada gerai yang banyak berada di luar Jabodetabek.

"Sampai saat ini kami akan melihat pengaruhnya seperti apa. Karena ini juga berdampak di bisnis lain," ujar Danny Kojongian, Direktur Komunikasi Perusahaan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA).

Danny mengatakan, peritel berperan sebagai penghubung antara produsen dengan konsumen. Oleh karena itu, pihaknya akan menyesuaikan besaran ongkos produksi dengan harga jual hingga ke tangan konsumen. "Di satu sisi, kami akan mencoba bernegosiasi dengan produsen terkait harga," imbuhnya.

Tapi bila harga produksi naik, pihaknya akan mengerek harga jual. Langkah ini terpaksa mereka lakukan untuk menjaga arus barang tetap seimbang antara permintaan dan penawaran.

Namun ia memastikan hanya barang tertentu yang naik harga. "Kami juga berusaha supaya harga naiknya tidak terlalu tajam. Jika harga itu naik diluar kemampuan kami," terang Danny tanpa merinci barang apa saja yang naik.   n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×