kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usai PLTP Salak, Star Energy bidik Halmahera


Senin, 03 April 2017 / 11:38 WIB
Usai PLTP Salak, Star Energy bidik Halmahera


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Akhir pekan lalu, PT Star Energy menuntaskan akuisisi pembangkit listrik tenaga panasbumi (PLTP) Darajat dan Salak berkapasitas 610 megawatt (MW). Kedua aset baru Star Energy itu dibeli dari Chevron Corp dengan transaksi US$ 2,3 miliar dan tercatat sebagai nilai akuisisi terbesar di Asia Tenggara tahun ini.

Star Energy juga ambil 40% saham PLTP Tiwi-MakBan di Filipina berkapasitas 326 MW. Total kapasitas panas bumi yang diakuisisi mencapai 740 MW. Untuk akuisisi, Star Energy menggandeng AC Energy dari Filipina dan EGCO dari Thailand dalam konsorsium dengan masing-masing kepemilikan saham 68,31%, 19,3% dan 11,89%.

Usai akuisisi tersebut, Rudy Suparman, Presiden Direktur Star Energy bilang, pihaknya fokus membenahi perusahaan. "Jangka pendek kami berkutat dengan sistem internal, jadi merapikan semua sistem dan mengintegrasikan pekerjaan," kata Rudy kepada KONTAN, Minggu (2/4).

Rudy menyatakan, akuisisi PLTP Derajat dan Salak tak sekadar akuisisi aset panas bumi saja. Star Energy juga mendapatkan sumber daya manusia dari aksi bisnis tersebut. Kami dapat resources terbaik dari keahlian pengembangan panas bumi, karena banyak sumber daya manusia yang bergabung (dalam konsorsium) yang kami sebut ahli," kata Rudy.

Selain pengembangan dua aset baru tersebut, Star Energy kini tengah menjajaki peluang pengembangan PLTP di Lampung dan wilayah timur tepatnya di Halmahera. "Sejak awal kami memang berminat di Halmahera tetapi karena ada masalah non teknis jadi lama dan baru bisa berjalan," terang Rudy.

Meski optimistis di bisnis panas bumi, Rudy menyoroti aturan penetapan harga listrik panas bumi yang mengacu biaya pokok produksi (BPP). Menurut Rudy, pengembangan panas bumi akan kesulitan mencari dana jika proyek tidak ekonomis.

Meski begitu, Rudy menjamin pengoperasian dari dua PLTP yang telah diakuisisi akan lebih baik dari yang sebelumnya dioperasikan oleh Chevron. "Sekarang semua di tangan Indonesia, jadi harus lebih baik," lanjut Rudy.

Sayang, Rudy tidak merinci soal target bisnis dari Star Energy setelah mencaplok aset Chevron tersebut.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), bilang, tak ada pengawasan khusus terkait dengan pengambilalihan PLTP Salak dan Darajat oleh Star Energy.

Yang jelas, proses akuisisi tersebut jangan sampai mengurangi pasokan setrum dari kedua PLTP tersebut. "Tidak ada yang berubah dari kebijakan pembinaan dan pengawasan dengan bergantinya kepemilikan," ujar Rida kepada KONTAN, Minggu (2/4).

Sementara dari sisi potensi panasbumi ini sangat besar, yakni 29 gigawatt (GW) dan baru dikembangkan 1,6 GW. "Reserve-nya bisa kembangkan 17 GW sampai tahun 2050. Jadi untuk mengejar 7,2 GW sampai 2025 bisa, karena punya cadangan besar," terang Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia .

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×