kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Astra lari kencang di jalan bebas hambatan


Selasa, 29 November 2016 / 21:02 WIB
Astra lari kencang di jalan bebas hambatan


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pembangunan infrastruktur jalan tol merupakan salah satu langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hanya saja untuk mengembangkan jalan bebas hambatan diperlukan investasi besar dan pengembalian modalnya memakan waktu cukup lama.

Meskipun investasi jalan tol tidak bisa menghasilkan untung cepat, PT Astra International Tbk (ASII) tetap gencar menjajal bisnis jalan tol. Perusahaan konglomerasi ini bahkan siap berlari kencang di jalan bebas hambatan untuk turut andil membantu pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi.

Saat ini, perusahaan konglomerasi ini telah menguasai lima ruas jalan tol dengan total panjang mencapai 226,7 kilometer (km). Ke depan, Astra masih akan terus membidik ruas-ruas baru. Sampai tahun 2020, mereka menargetkan bisa memiliki 500 km jalan tol.

Merambah bisnis infrastruktur merupakan strategi Astra guna menyeimbangkan dan melengkapi portofolio rantai usaha bisnisnya. Astra di sepanjang 59 tahun usianya memang terus melakukan inovasi. Diversifikasi bisnis jadi kunci menjaga arus kas tetap stabil dalam jangka panjang.

Namun tujuan emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode ASII ini terjun ke bisnis infrastruktur bukan semata-semata hanya mengincar keuntungan. Astra juga sekaligus ingin merealisasikan misi perusahaan untuk tumbuh bersama bangsa melalui peran aset-aset yang strategis dalam memfasilitasi peningkatan aktivitas perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan sebelas tahun 

Astra memulai debutnya di bisnis jalan tol sejak tahun 2005. Kala itu, melalui anak usahanya PT Astratel Nusantara, perseroan mengakuisisi saham PT Marga Mandala Sakti (MMS) selaku operator jalan tol Tangerang-Merak sepanjang 72,4 kilometer (km). Tol ini sudah beroperasi komersial sejak tahun 1990.

Lalu, Astra kembali melirik ruas-ruas tol lainnya. Pada tahun 2011, perusahaan ini berhasil menguasai tol keduanya yakni Mojokerto-Kertosono sepanjang 40,5 km yang dikelola oleh PT Marga Harjaya Infrastruktur (MHI). Astratel menguasai 95% saham tol yang terdiri dari empat bagian ini.

Seksi I tol Mojekerto-Kertosono sudah beroperasi dan seksi III ditargetkan akan beroperasi resmi akhir tahun ini karena konstruksinya sudah rampung. "Sedangkan seksi II dan IV masih dalam proses konstruksi dengan progres masing-masing 65% dan 15%." ungkap Wiwiek DS, Direktur Utama Astratel, Jumat (19/11).

Selanjutnya, Astratel menguasai 25% saham PT Trans Marga Jateng (TMJ) yang mengelola tol Semarang-Solo sepanjang 72,6 km. Seksi I dan II dari ruas ini sudah beroperasi. Adapun seksi III ditargetkan akan beroperasi awal 2017, sementara seksi IV dan V masih dalam proses kontruksi dan pembebasan lahan keduanya sudah hampir rampung.

Kemudian, perusahaan ini juga berhasil menguasai 40% saham tol Kunciran-Serpong sepanjang 11,2 km yang dikelola PT Marga Trans Nusantara (MTN). Saat ini pengembangan proyek ini masih dalam proses pembebasan lahan dengan progres mencapai 70%. Konstruksi tol ini ditargetkan akan dimulai pada pertengahan 2017.

Sementara ruas kelima adalah tol Serpong- Balaraja sepanjang 30 km yang dikelola PT Trans Bumi Serbaraja (TBS). Astratel menguasai 25% saham tol yang baru dimenangkan pada Maret 2016 lalu ini. Saat ini, proyek ini masih dalam proses financial closing.

Dengan beroperasinya sebagian ruas tol tersebut, Astratel pun sudah mulai mengantongi pendapatan dari jalan bebas hambatan.

Tahun ini, revenue perusahaan dari tol ditargetkan mencapai Rp 800 miliar. Namun perusahaan memperkirakan pertumbuhannya hanya akan mencapai 3% meskipun akan ada tambahan tol yang beroperasi. "Pendapatan tol tidak bisa signifikan kalau masih baru beroperasi," jelas Wiwiek.

Insentif demi tol 1.000 kilometer

Pengembangunan jalan tol merupakan salah satu prioritas pemerintah agar bisa mendorong peningkatan aktivitas ekonomi. Tak tanggung-tanggung, dalam Rencana Jangka Pendek Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019, pemerintah mencanangkan pembangunan jalan tol sepanjang 1.000 kilometer (km).

Namun merealisasikan program bertajuk 1.000 km jalan tol tersebut tentu saja tidak mudah karena itu akan menelan investasi jumbo. Sementara pemerintah saat ini memiliki keterbatasan anggaran mengingat pembangunan infrastruktur tidak hanya di sektor ini saja.

Pemerintah tentu tidak bisa hanya mengandalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk merealisasikan program tersebut. Perusahaan pelat merah juga punya keterbatasan modal. Jika dipaksa, ujung-ujungnya pemerintah tetap harus merogoh kantong anggaran lebih dalam untuk melakukan Penyertaaan Modal Negara (PMN) lantaran permasalahan utamanya ada di pendanaan.

Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong agar swasta ikut andil dalam pengembangan jalan tol di negeri ini. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah melakukan berbagai akselerasi untuk mendorong keterlibatan swasta berinvetasi di jalan tol.

Pertama, pemerintah telah merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk penananaman modal asing melalui paket kebijakan jilid X. Dalam revisi tersebut, swasta asing diberikan kesempatan berinvetasi 100% di proyek jalan tol dari sebelumnya hanya 95%.

Lalu pemerintah juga telah mempercepat proses pembebasan lahan melalui UU nomor 2 tahun 2002 tentang pengadaan lahan bagi pembangunan kepentingan umum. Dalam beleid tersebut, pembebasan lahan merupakan tangung jawab pemerintah yang dilakukan oleh Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dengan penetapan kepastian waktu pengadaan lahan mencapai 312 - 552 hari kerja.

Tak hanya itu, proses lelang juga dipercepat dari sebelumnya 12 bulan menjadi 5 bulan dan pemerintah akan konsisten melakukan penyesuaian tarif jalan tol setiap dua tahun sekali untuk menunjukkan kepastian berinvestasi kepada investor.

Terakhir, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga mendorong perusahaan BUMN pengelola jalan tol menjual sebagian hak konsesi mereka di ruas yang sudah beroperasi. Selain agar untuk menarik swasta, dana yang disapat dari penjualan tersebut bisa digunakan lagi untuk investasi di ruas yang baru.

Dalam hitungan pemerintah, kebutuhan pembangunan infrastruktur termasuk untuk jalan tol tahun 2015-2019 mencapai Rp 4.796,2 triliun. Sekitar 36% diharapkan bisa diperoleh dari swasta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×