kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Belum sepakat harga, target PLTP molor


Senin, 17 Januari 2011 / 08:25 WIB
Belum sepakat harga, target PLTP molor


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Nasib pembangkit listrik panas bumi makin suram. Negoisasi harga antara PT PLN dan penyedia listrik swasta atau independent power producer (IPP) makin tak jelas.

Kabar terakhir, PLN menyetujui harga yang ditawarkan IPP. Namun, persetujuan itu bersyarat, IPP diminta membangun infrastruktur transmisi. "Padahal tanggung jawab membangun transmisi dan infrastrukturnya ada di pemerintah bukan kepada kami," ujar Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Suryadarma, Minggu (16/1).

Suryadarma menyatakan, tidak ada regulasi yang menyebutkan pengusaha panas bumi wajib membangun infrastruktur transmisi tersebut. Jika IPP diberi beban membangun transmisi, maka Suryadarma meminta adanya perubahan penetapan harga lagi, karena ada investasi baru yang harus ditanam.

Karena belum ada ada kesepakatan harga jual ternyata berdampak pada molornya proyek pembangkit listrik panas bumi (PLTP). Sebelumnya, pemerintah menargetkan penambahan PLTP bisa menyuplai energi 3.967 megawatt (mw) sampai 2014. Namun sayang, masalah jual beli membuat proyek tersebut tertunda hingga 2016.

Penundaan terjadi karena investor baru yang mau memulai proyek meminta kejelasan soal jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA). "Investor mau mulai kalau PPA sudah keluar," kata Direktur Panas bumi, Ditjen EBTKF, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sugiharto Harsoprayitno.


Tunggu Regulasi.

Sementara itu Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi (EBTKF), Kementrian ESDM, Luluk Sumiarso membenarkan hasil wilayah kerja yang dilelang belum menghasilkan kesepakatan PPA.

"Kami sedang cari terobosan untuk menugaskan PLN melaksanakan ini (pembelian)," kata Luluk. Dia menjelaskan, harga yang ditawarkan oleh IPP bervariasi di atas US$ 7 sen per KwH. Tapi biaya pokok produksi lebih dari US$ 12 sen per Kwh.

Sugiharto menyebutkan, untuk menyelesaikan masalah itu mesti ada kebijakan khusus dari Presiden. Nah, saat ini Kementerian ESDM masih menunggu adanya regulasi yang kabarnya sudah berada di Sekretariat Negara.

Legalitas itu diharapkan bisa menugaskan PLN membeli listrik kepada IPP. "Berharap bulan ini bisa keluar," kata Sugiharto yang menyebutkan aturan itu berupa Peraturan Presiden (Perpres).

Jika Perpres itu keluar, maka setidaknya akan ada 15 proyek dengan total 1.165 mw yang segera berjalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×