kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Biar pasar tipis, Novartis garap pasar obat khusus


Jumat, 18 September 2015 / 10:34 WIB
Biar pasar tipis, Novartis garap pasar obat khusus


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Produsen farmasi, PT Novartis Indonesia tetap akan memperbanyak produk obatnya menjelang tutup tahun ini, meski sebelumnya mereka telah mengerek harga untuk menyesuaikan dengan kenaikan ongkos produksi.

Luthfi Mardiansyah, Presiden Direktur PT Novortis Indonesia bilang, perusahaan ini fokus menjajakan obatĀ  dengan segmen pasar khusus. Yang terbaru misalnya, obat untuk penyakit langka bernama multiple sclerosis atau radang kronis pada saraf pusat. "Pasien obat ini hanya 100-200 saja," kata Lutfi kepada KONTAN, Kamis (17/9).

Kendati pasarnya sangat tipis, Lutfhi yakin obat ini bisa menjadi produk andalan Novartis. Novartis sebelumnya juga menjajakan obat respiratori paru-paru untuk segmen pasar kalangan terbatas.

Selama ini, Novartis memang hanya mengandalkan penjualan seperti obat darah tinggi, obat hepatitis, obat kanker dan obat diabetes. Obat-obat inilah yang menjadi kontributor terbanyak penjualan Novartis, dengan porsi 90% dari total penjualan.

Selain obat baru, Lutfhi bilang mengaku tengah mempersiapkan rencana bisnis lain di Indonesia. Hanya ia enggan memberi perincian apa bentuk bisnis baru tersebut karena belum ada kepastian. Apalagi, kondisi ekonomi Indonesia sedang lesu, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat melemah.

Nah, agar penghasilan tak menipis, produsen farmasi yang mengandalkan bahan baku impor ini telah mengerek harga obat mereka di Indonesia. Harga obat Novartis yang naik ini rata-rata untuk obat bebas. Adapun obat untuk kepentingan program kesehatan pemerintah, saat ini masih menunggu keputusan Kementerian Kesehatan.

Lutfhi bilang, Novartis harus melakukan penyesuaian harga karena biaya produksi obat yang sebagian besar berbahan baku impor naik akibat rupiah melemah. Lutfhi yang juga duduk dalam International Pharmaceutical Manufacturs Group (IPMG) ini menambahkan, hampir 90% bahan baku obat mereka, impor dari China dan India.

Meskipun ketergantungan bahan baku impor ini memberatkan secara bisnis, tapi untuk membangun sendiri pabrik bahan baku di Indonesia juga kurang ekonomis. "HarusĀ  membuat konsorsium tidak bisa sendiri sebab investasinya mahal. Selain itu harus ada garansi pembelian dalam jumlah besar," kata Lutfhi.

Selama tak ada jaminan pembelian bahan baku dalam jumlah besar, pengusaha farmasi pilih impor. Sebab saat kurs tidak bergejolak, biaya impor lebih murah.

Selain itu, ia berpendapat, agar pengusaha tertarik membangun pabrik, pemerintah bisa memberikan insentif seperti tax holiday atau insentif lain. Lutfhi menyebut dalam rencana IPMG, bisa merealisasikan pembangunan pabrik bahan baku obat di Indonesia pada 2020 mendatang.

Sebagai catatan, Novartis Indonesia merupakan gabungan dua perusahaan global Sandoz dan Ciba Giegy. Kedua perusahaan itu kini jadi anak usaha Novartis Indonesia dengan nama PT Sandoz Indonesia memproduksi obat generik. Adapun PT Ciba Indonesia memproduksi lensa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×