kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Big data di Indonesia masih terabaikan?


Kamis, 05 Maret 2015 / 23:55 WIB
Big data di Indonesia masih terabaikan?
ILUSTRASI. Laju pertumbuhan kredit perbankan kembali melanjutkan percepatan di Agustus 2023. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Dalam era informasi ini aspek kehidupan manusia makin banyak terekam. Akibatnya pertumbuhan data pun bukannya makin lambat tapi menjadi makin cepat. Terakselerasi oleh adanya social media.

Menurut Harry Surjanto Presiden Direktur PT Computrade Technology International (CTI Group), data yang terkumpul di tahun 2013 sudah mencapai  4,4 zeta byte dan diperkirakan akan meningkat 10 kali lipat di tahun 2020.

Pasalnya, hampir semua menjadi internet, makin banyak benda-benda yang terpasang IT, sehingga akan makin banyak muncul data dari interaksi benda-benda tersebut. “Ditambah lagi computing is everywhere. Semuanya bisa dikerjakan di smartphone, “ tambah Harry dalam  Infrastructure Summit 2015 Kamis (5/3).

Sayangnya jumlah data yang mampu dianalisa menurut penelitian dari Stanford University kurang dari 10%. Padahal semua data yang begitu banyak (big data) itu tidak ada artinya kalau tidak bias dianalisis. “Satu-satunya cara adalah dengan analisis,” terang Harry. Fokus dari data analisis itu sendiri adalah processing, natural language processing yang mengubah semua jenis data termasuk teks dan foto untuk bisa dianalisis, dan visualisasi.

Tapi untuk melakukan semua analisis ini bukannya tanpa tantangan. Tiap organisasi yang akan melakukan akan menghadapi beberapa tantangan seperti masalah privasi, kepemilikan data, pertukaran data , dan kultur perusahaan.

Padahal untuk memulai data analisis yang  canggih, menurut Bhavish Sood Research Director dari Gartner Inc. sebenarnya tidak menyedot sumberdaya yang terlalu besar. Langkah awal ini sangat dibutuhkan, karena menurut perusahaan konsultan TI tersebut, analisis data akan bisa membuat manajemen perusahaan membuat keputusan lebih baik. Bahkan tak jarang menciptakan bisnis tersendiri.

Bagi perusahaan-perusahaan di dalam industri IT di Indonesia seperti Indosat misalnya, ada banyak sekali data konsumen yang bisa dianalisis untuk membuat mereka bersaing. Misalnya saja fakta jumlah SIM card yang terjual sudah melebihi jumlah penduduk. Itulah sebabnya menurut Alex Raskita Ginting Division Head Business Analytics & Reporting PT Indosat Tbk, para operator telepon sering sekali mengadakan program-program promosi untuk menarik konsumen.

“Kita punya tim khusus untuk melakukan analisa, kalau tidak semuanya tidak akan kepegang,” tutur Alex.  Tim ini akan menerapkan sistem algoritma untuk mendeteksi setiap konsumennya yang belanja dalam jumlah tertentu. “Pada saat konsumen tersebut mencapai nilai tersebut, sistem akan memicu sistem peringatan. Misalnya dengan SMS, Anda akan mendapat bonus internet 2 MB,” terangnya.

Menurut Alex, semua perusahaan telekomunikasi Indonesia sudah mempunyai sistem seperti ini. Walaupun kebanyakan masih masuk dalam sistem supporting yang memberikan masukan kepada manajemen, divisi penjualan atau produk untuk bisa membuat produk sendiri.  “Sepertinya perusahaan telkomunikasi di sini belum menjadikan data sebagai bisnis tersendiri,” tambahnya. Padahal menurut ramalan Alex, ke depan perusahaan telekomunikasi akan lebih banyak membutuhkan data engineering daripada network engineering.

“Sekarang kan game nya bukan network lagi. Sekarang ini tantangannya bagaimana perusahaan bisa mengolah data menjadi pengetahuan,” terangnya. Itulah sebabnya kebanyakan perusahaan mulai outsourchnetwork engineer-nya. “Penjualan jaringan itu tidak ada duitnya, apalagi nanti kita bicara jaringan LTE yang tarifnya akan lebih murah,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×