kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Di AS muncul petisi BMAD biodiesel Indonesia


Jumat, 24 Maret 2017 / 20:05 WIB
Di AS muncul petisi BMAD biodiesel Indonesia


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sepekan lagi, sidang pertama gugatan Pemerintah Indonesia terhadap Uni Eropa di markas besar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Genewa akan digelar pada 29-30 Maret mendatang. Sidang ini terkait dengan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk ekspor biodiesel Indonesia.

Menjelang sidang tersebut, koalisi asosiasi produsen biodiesel Amerika Serikat (AS) mengadakan petisi untuk mengenakan tuduhan anti dumping dan pengenaan bea masuk (BM) bagi biodiesel Indonesia dan Argentina dengan tarif tinggi. Pasalnya, potensi Indonesia untuk memenangkan gugatan di WTO terbuka lebar karena berkaca pada kesuksesan Argentina.

Kondisi ini berpotensi mengganjal jalan mulus Indonesia memenangkan gugatan melawan Uni Eropa di WTO. Sebab petisi ini akan memengaruhi sikap AS di sidang WTO dari semula diharapkan netral, berpotensi tidak netral lagi. Bila petisi ini akhirnya mendapat perhatian dari Kementerian Perdagangan AS, maka peluang ekspor biodiesel Indonesia ke AS akan terganjal. Padahal pasar biodiesel Indonesia ke AS baru berkembang dan menguasai sekitar 5,1% pangsa pasar biodiesel di AS.

Berdasarkan data National Biodiesel Board Fair Trade Coalition (NBB), dalam tiga tahun terakhir, pasar ekspor biodiesel Indonesia ke AS meningkat dua kali lipat. Pada tahun 2014 ekspor biodiesel mencapai 51.28 juta galon, pada tahun 2016 naik menjadi 71.03 juta galon dan pada tahun 2016 mencapai 111,27 juta galon. Setiap 1 galon setara 3,875 liter.

"Saat ini, ekspor produk biodiesel ke AS merupakan yang terbesar 99% karena di Eropa kita sedang dikenakan BM yang tinggi karena tuduhan dumping," ujar Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan, Jumat (24/3).

Paulus menjelaskan, petisi ini dilakukan NBB plus 15 produsen biodiesel AS pada 23 Maret 2017 lalu. Mereka menujukkan petisi ke US Departement Of Commerce dan US International Trade Commission.

Isinya, pertama, mereka menuduh bahwa Indonesia dan Argentina melakukan tindakan subsidi dan dumping harga untuk biodiesel yang dipasarkan di AS. Kedua, mereka meminta agar pemerintah AS melakukan inisiasi tindakan anti subsidi dan anti dumping dengan melakukan investigasi.

Ketiga, tujuannya adalah agar pemerintah AS mengenakan tuduhan anti dumping dan pengenaan BM (countervailing duty) bagi biodiesel Indonesia dan Argentina dengan tarif tinggi.

Menurut Paulus ada banyak alasan yang dijadikan landasan menuduh Indonesia melakukan dumping. Beberapa di antaranya yakni adanya Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) karena membayar selisih harga solar dan Crude Palm Oil (CPO) dan sejumlah kemudahan ekspor biodiesel yang diberikan pemerintah Indonesia.

Akibatnya, harga biodiesel Indonesia ke AS terpaut lebih murah sekitar Rp 4.500 per kilogram (kg) atau sekitar US$ 30 sen - US$ 40 sen ketimbang harga minyak bumi berbahan baku fosil.

Terkait petisi ini, Aprobi menilai upaya NBB tersebut bagian dari proteksionisme AS untuk menghalangi industri biodiesel Indonesia dan Argentina untuk ekspor ke sana.

Selain itu, diterbitkannya petisi NBB sepekan sebelum first substantive meeting Indonesia dengan Uni Eropa di WTO, menunjukkan AS mendukung posisi Uni Eropa dalam kasus dumping biodiesel Indonesia di WTO.

Paulus mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah dan mengharapkan agar perwakilan Indonesia yang ada di AS melakukan diplomasi dengan pemerintah AS untuk menghalangi petisi tersebut bergulir di tingkat pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×