kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dollar perkasa, omzet biro wisata merana


Kamis, 27 Agustus 2015 / 13:48 WIB
Dollar perkasa, omzet biro wisata merana


Reporter: Rani Nossar | Editor: Tri Adi

Sejumlah pelaku usaha biro perjalanan umrah dan wisata terpukul akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Maklum, sejak dollar perkasa, banyak konsumen biro perjalanan yang menunda wisata leisure dan religi ke luar negeri. Akibatnya, omzet biro perjalananan wisata anjlok hingga 30% per bulan.   

Kegelisahan para pelaku usaha di tanah air, sepertinya sudah mencapai titik nadir. Pasalnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) kian terpuruk. Kini, rupiah bertengger di level Rp 14.100 per dollar AS.

Loyonya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bukan hanya berdampak buruk bagi industri manufaktur skala UKM yang bergantung bahan baku impor, tapi juga bagi bisnis biro perjalanan umrah dan wisata ke luar negeri.

Salah satunya dirasakan oleh Jefri Van Noris, pemilik Bonita Tour and Travel di Jakarta. Menurut Jefri, dampak pelemahan rupiah terhadap dollar AS sudah dirasakan perusahaannya sejak awal Juli lalu.

Biasanya, Bonita Tour and Travel yang berada di bawah naungan PT Bonita Pratama ini, bisa memberikan jasa layanan umrah 30 jemaah-40 jemaah per bulan. Tapi, kata Jefri, setelah dollar AS perkasa, calon jemaah umrah yang mendaftar hanya 20 orang per bulan.

Bahkan, lanjut Jefri, layanan jasa perjalanan wisata ke luar negeri yang sifatnya leisure atau bukan wisata religi, menukik hingga 50%. Contohnya, perjalanan ke situs wisata favorit seperti Guangzhou di China dan Jeju Island di Korea Selatan.

Dalam sebulan, menurut Jefri, biasanya Bonita Tour and Travel bisa memberangkatkan hingga 100 wisatawan ke destinasi wisata di dua negara tersebut. Kini, jumlahnya menyusut menjadi sekitar 50 orang per bulan.

Jefri bilang, ketika wisata ke luar negeri, pelancong biasanya banyak belanja di negara tujuan. "Kalau ada penguatan dollar AS seperti sekarang, mereka menunda perjalanan,” kata Jefri.

Karena itu, Jefri tak bisa berbuat banyak menghadapi penurunan jumlah layanan wisata. Di tengah lesunya daya beli konsumen berwisata ke luar negeri dan ketatnya persaingan usaha, Jefri tidak bisa seenaknya menaikkan tarif paket perjalanan.

Dia mengaku, tarif perjalan an wisata leisure dan religi di perusahaannya tidak berbeda jauh dari tahun lalu. Untuk paket liburan ke Taiwan delapan hari, misalnya, Jefri membanderol tarif sebesar Rp 19 juta. Sedangkan ke China Rp 12 juta dengan jangka waktu yang sama.

Sementara itu, untuk paket wisata religi, dipatok Rp 26 juta selama sembilan hari dan Rp 35 juta untuk 15 hari.

Pelaku usaha travel lainnya yang merugi akibat rupiah melemah adalah Otty Savitri, pemilik Asindo Global Tour and Travel di Surabaya, Jawa Timur. Ia mengaku, dalam tiga bulan terakhir, jumlah layanan wisatawa di perusahaannya terus menyusut.

Contohnya, sejumlah pelanggannya di Medan, Sumatra Utara menunda perjalanan umrah sejak Juli lalu.  Selain itu, banyak pelanggan yang membatalkan wisata ke luar negeri. Misal, ke Korea Selatan. Dalam dua bulan ini, jumlah pelanggan yang ingin wisata ke negeri ginseng itu turun 50% dari biasanya 30 orang per bulan.

Alhasil, Otty mengaku, omzet perusahaannya anjlok 30% per bulan. "Padahal,  pelanggan sudah berencana dari jauh hari, tapi harus tertunda," kata Otty.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×