kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR panggil KemenBUMN soal holding BUMN tambang


Kamis, 16 November 2017 / 23:12 WIB
DPR panggil KemenBUMN soal holding BUMN tambang


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan dimilikinya saham seri B PT Aneka Tambang, Tbk (ANTM) oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menuai reaksi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, perindustrian dan BUMN ini akan mengambil langkah tegas atas hal tersebut.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Asman Natawijana menyatakan pihaknya melihat hal dilakukan tersebut hanya berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) NO. 72 Tahun 2016. Padahal payung hukum tersebut rancu .

Ia bilang, aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, lantaran atas putusan MK NO. 48 dan No 62 / PUU-XI/2013 aset BUMN adalah kekayaan negara yang harus terlebih dulu melalui persetujuan proses APBN.

"Ini yang kita sedang telaah, sebab mereka Pakai PP 72/2016 dan itu belum clear,. Padahal Komisi VI tidak sepakat penggunaan aturan itu, karena bisa menyebabkan pelepasan tanpa persetujuan DPR,"kata Azam kepada Kontan.co.id, Kamis (16/11).

Dia menyatakan Komisi VI akan mengambil sikap terkait aksi tersebut. Tapi dia bilang, pihaknya masih membutuhkan waktu hingga satu atau dua hari untuk memastikan keputusan internal langkah yang akan ditempuh.

"Dalam waktu dekat kita akan panggil Kementerian BUMN untuk kita tanya, mereka memakai prosedur apa, dan dasar hukumnya apa," tegas dia.

Sementara itu, anggota Komisi VI dari F-PDIP, Ari Bima bilang pihaknya belum bisa mengambil sikap terkait langkah holding tambang tersebut. Tapi menurutnya antara ANTM dan Inalum hanya terjadi in-grouping.

"Saya lihat ini in-grouping, tapi kalau in-grouping hanya sedikit yang berhasil, yang tidak jalan malah lebih banyak," ujar Aria.

Dia bilang, untuk mencegah hal tersebut kembali terjadi, maka dalam waktu dekat diperlukan penyelesaian revisi PP No. 72/2016. Kedepannya, juga harus segera dilakukan revisi UU No. 19/ 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

"Itu harus dilakukan, sebelum melakukan holding. Lebih baik daripada fokus ke holding, persoalan inefisiensi juga harus dibereskan dulu, jangan latah lakukan holding,"pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News





[X]
×