kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom: Neraca dagang sulit untuk surplus kembali


Selasa, 15 Juli 2014 / 16:06 WIB
Ekonom: Neraca dagang sulit untuk surplus kembali
ILUSTRASI. Three Adani group companies have pledged shares for lenders to the Indian conglomerate's flagship Adani EnterprisesREUTERS/Amit Dave


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan neraca dagang Juni akan mengalami defisit sebesar US$ 300 juta. Defisit tersebut terjadi lantaran impor yang tinggi akibat Lebaran.

Ekonom Samuel Asset Manajemen, Lana Soelistianingsih berpendapat pada bulan Juni memang akan kembali terjadi defisit. Yang membuat defisit adalah neraca migas. Adanya Lebaran membuat pemerintah melakukan antisipasi impor yang lebih tinggi.

Sedangkan dari sisi ekspornya sendiri harga komoditas masih turun. Lana mencatat, harga crude palm oil (CPO) atawa minyak kelapa sawit pada bulan Juni sebesar US$ 2.441 per ton atau turun dibanding harga bulan Mei yang mencapai US$ 2.583 per ton.

Tidak hanya CPO, harga batubara pun turun. Dari US$ 71,5 per ton menjadi US$ 73,69 per ton. "Dari harga turun. Tapi mungkin dari sisi volume permintaannya naik sehingga ekspor non migas masih tinggi," ujar Lana kepada KONTAN, Selasa (15/7).

Karena itu, menurut Lana, hingga bulan Juli kondisi neraca dagang Indonesia masih akan defisit. Surplus baru bisa terjadi hingga periode lebaran usai pada bulan Agustus kelak.

Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual melihat neraca dagang Indoneisa ke depannya memang sulit untuk mencapai surplus. Di satu sisi, ekspor tertekan karena harga komoditas yang masih lemah. Di sisi lain, impor masih tetap saja tinggi.

Jalan keluar yang bisa dilakukan adalah mengerem impor. Harapannya, setelah periode Lebaran usai maka pada Agustus kelak impor minyak turun sehingga neraca dagang bisa kembali surplus. "Harapannya memang hanya impor yang bisa turun. Ekspor masih sulit," tukas David.

Untuk bulan Juni sendiri, dirinya memang memperkirakan neraca dagang bakal mengalami defisit sebesar US$ 200 juta-US$ 300 juta. Impor minyak yang tinggi karena menjelang lebaran dan libur anak sekolah menjadi penyebab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×