Era baru menemukan gudang ilmu

Rabu, 27 Juni 2012 | 09:03 WIB Sumber: Mingguan KONTAN, Edisi 25 Juni - 1 Juli 2012
Era baru menemukan gudang ilmu

ILUSTRASI. Vaksinator menunjukkan vaksin Covid-19 buatan Sinovac di Puskesmas Tanah Sareal, Bogor, Jawa Barat (14/01). KONTAN/Baihaki.


Dari awal kemunculannya, buku merupakan sumber pengetahuan dan gudang ilmu. Orang mendapatkan asupan informasi bermanfaat dari buku. Banyak orang juga ingin menyebarkan ilmu pengetahuan melalui buku.

Beragam jenis pengetahuan telah terangkum dalam triliunan judul buku. Ada buku yang tipis dan tak sedikit buku yang tebal berjilid-jilid. Sebuah keniscayaan bahwa penyimpanan buku telah menjadi masalah tersendiri dalam perjalanan zaman.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, media buku berevolusi. Pemanfaatan kertas yang banyak dikritik kurang ramah lingkungan dan memunculkan masalah penyimpanan buku melahirkan buku digital alias buku elektronik (e-book).

Layaknya buku konvensional, buku digital berisikan aneka informasi berwujud teks dan gambar yang bisa diakses melalui perangkat teknologi. Kini, e-book tak hanya memuat cerita fiksi berupa novel dan karya sastra lain. Buku digital juga telah menghadirkan beragam materi nonfiksi tentang ilmu pengetahuan.

Ketika teknologi berkembang dan memudahkan orang menenteng peranti elektronik untuk mengakses e-book, peralihan dari buku kertas ke e-book terus terjadi. Adalah kehadiran komputer tablet berkapasitas penyimpanan besar yang membuat orang bisa menggotong perpustakaan pribadi yang berisi ribuan buku ke mana pun.

Di negara-negara maju, bisnis e-book mulai mengalahkan penjualan buku cetak. Kini, membuat buku juga tak sesulit dulu. Selama ini, orang susah menembus filter editor buku di penerbit agar sebuah naskah bisa dicetak. Belum lagi kendala biaya cetak dan distribusi buku. Dengan kehadiran e-book, kini tak sedikit penulis buku yang hanya “mencetak” buku secara digital, tanpa versi kertasnya.

Yang terbaru, bukti kekuatan bisnis e-book yang bercokol di Amerika Serikat (AS) kian terlihat nyata. Asosiasi Penerbit AS menyebut, untuk pertama kalinya penjualan e-book mengalahkan penjualan buku cetak. Ini terjadi pada penjualan buku sepanjang kuartal I–2012 yang dihimpun dari 1.189 penerbit.

Pada periode ini, nilai penjualan buku digital dan buku cetak tercatat US$ 282,3 miliar dan US$ 229,6 miliar. Setahun lalu, pada periode yang sama, penjualan e-book dan buku cetak masih US$ 220,4 miliar dan US$ 223,5 miliar. Artinya, penjualan buku digital tumbuh 28,1% dan buku cetak 2,7%.

Paling menguntungkan

Pertumbuhan penjualan e-book ini terjadi berkat penyebaran peranti pembaca buku digital yang kian meluas. Kita melihat pertumbuhan penjualan yang signifikan pada komputer tablet yang mengusung berbagai sistem operasi. Ini memungkinkan pemiliknya membaca buku digital. Dua terbesar sistem operasi yang ada di tablet adalah Android dan iOS yang terpasang di produk iPad buatan Apple Inc.

Nah, fenomena buku digital ini juga telah sampai di Indonesia. Kita mendapati berbagai format e-book di puluhan situs Tanah Air, mulai dari yang menyediakan buku digital gratis maupun berbayar. Saat ini, sudah ada beberapa layanan online marketplace yang khusus menyediakan buku-buku digital terbitan para penerbit di Indonesia. Sebut saja Scoop, Wayang Force, Papataka, dan BukuTablet.

Hampir semua layanan tersebut tak sekadar menyediakan buku digital, tapi juga infrastruktur industri buku digital yang siap pakai untuk para pemain di industri buku saat ini. Mereka menyediakan fitur pengelolaan naskah dari penulis yang siap diterbitkan oleh penerbit hingga sistem e-commerce yang memudahkan para kutu buku untuk membeli dan membaca buku.

Direktur Teknologi Wayang Force Jeffry Anthony mendirikan usaha ini pada Mei 2011. Dia bercerita, alasan pendirian Wayang Force adalah tren pertumbuhan penjualan buku konvensional (cetak) yang terus turun. Semakin populernya komputer tablet dan harganya yang kian terjangkau menjadi pendorong pertumbuhan penjualan dan pembuatan e-book di Tanah Air.

Kini, orang mulai memakai tablet untuk membaca buku, selain bermain game dan aktif di jejaring sosial. Kenyataan inilah yang membuat Jeffry berani melahirkan Wayang Force. Setahun setelah bisnisnya berjalan, Jeffry menyebut penjualan e-book mengalami pertumbuhan eksponensial, seperti penjualan komputer tablet. “Menurut saya, toko e-book sudah menjadi bisnis e-commerce paling profitable,” kata Jeffry.

Padahal, lanjut dia, nilai bisnis buku digital di Indonesia baru 5% dari penjualan buku cetak. Dia yakin, prospek usaha toko buku digital ke depan akan semakin kinclong. Sayang, Jeffry enggan buka-bukaan ihwal omzet Wayang Force.

Walau prospektif, Ardiansyah, CEO PT Informotics Digital Persada, pemilik layanan penjualan e-book BukuTablet, menilai, pembelian buku digital belum menjadi budaya masyarakat, seperti halnya buku konvensional. Dia mengakui, dari sisi permintaan memang sudah mulai ada. Tapi, buku digital sudah keburu identik gratis dan hasil pembajakan.

Memang, barangkali penilaian ini terlalu prematur karena usia BukuTablet tergolong masih bayi. Layanan ini baru meluncur ke publik pada 26 April lalu dan pada 1 Mei mulai melayani penjualan buku digital. “Enam bulan lagi baru terlihat pola penjualan e-book di tempat kami,” kata Ardiansyah.

Kalangan penerbit buku juga melihat masa depan cerah dari bisnis buku digital. Kehadiran buku digital memang tak terhindarkan. Tapi, untuk saat ini, CEO Mizan Digital Publishing, Pangestuningsih, menyebut bisnis buku digital masih butuh perjuangan. “Pasar e-book belum terlalu besar walau tiap hari terus meningkat,” katanya.

Dia menyebut upaya sosialisasi bisnis ini masih belum terlalu bagus. Kesiapan para pelaku di dalamnya juga belum merata. Dia mencontohkan, bentuk atau platform penjualan e-book secara khusus belum ada yang melayani secara lengkap.

Yang muncul saat ini adalah penyedia platform dalam bentuk majalah, yang mengundang para penerbit buku untuk berberpartisipasi. Dia memisalkan Wayang Force dan Scoop yang lebih dikenal karena menyediakan pelayanan untuk majalah dan koran digital. Walau begitu, Pangestuningsih tetap mengapresiasi dan bekerja sama dengan mereka. “Konsepnya, ya, hampir sama dengan toko buku yang ada,” katanya.

Dari sisi bisnis, hasil jualan e-book Mizan juga tergolong masih kecil. Omzet penjualan buku digital hasil kerja sama dengan Wayang Force di app store dengan label Mizan E-Book dan lini lainnya paling banyak Rp 25 juta per bulan.

Saat ini, ada 600 judul buku terbitan Mizan dari semua lini yang sudah berbentuk digital dan dipasarkan. Ke depan, Pangestuningsih ingin mendigitalkan seluruh buku terbitan Mizan yang sekitar 6.000 judul buku. Hingga 2012, dia menargetkan 3.000 judul buku bisa dipasarkan secara digital.

Potret tertatih-tatih bisnis e-book juga dirasakan pemilik penerbit Era Adicitra Intermedia, Abdul Kharis. Saat ini, dia sudah mentransfer 300 judul buku cetak menjadi e-book. “Penjualan tiap bulan kurang dari Rp 1 juta. Padahal, omzet buku cetak bisa ratusan juta rupiah,” katanya.

Dia mendukung pernyataan Ardiansyah yang menyebut masyarakat kita lebih menyukai buku digital gratis. Selain itu, penanganan masalah pembajakan dan sistem pembayaran juga masih menjadi kendala.

E-book gratisan memang mudah ditemukan. Anda bisa menemukan banyak buku digital gratis di puluhan situs. Sebut saja www.rajaebookgratis.com, www.duniadownload.com, www.wattpad.com, www.ebook-gratis-kirara.blogspot.com, dan lainnya.

Karnanda Prakoso, administrator DuniaDownload.com, menyebut ratusan ribu buku digital telah diunduh dari situsnya. Situs yang berdiri sejak April 2008 ini memiliki 70 penulis dengan ratusan judul buku. “Situs kami memang mengajak orang untuk berbagi buku terbitan mereka,” katanya.

Nah, jika ingin mencoba berbelanja buku digital, Anda bisa memanfaatkan beberapa layanan berikut ini.

Wayang Force

Wayang Force adalah salah satu platform untuk membaca dan menerbitkan versi digital buku, majalah, dan media cetak lainnya. Wayang Force memiliki empat layanan, yaitu platform penerbitan, Wayang Server, serta aplikasi mobile untuk iPad, dan tablet berbasis Android. Selain lewat komputer tablet, layanan Wayang Force juga bisa dibuka dengan internet browser.

Jeffry menjelaskan, saat ini sudah ada 3.000 konten yang terpajang di Wayang Force. Di dalamnya, termasuk sekitar 300 majalah dan koran. Adapun penerbit yang sudah bekerja sama mencapai 150 penerbit. Tahun ini, Jeffry berharap konten yang dijajakan Wayang Force bisa mencapai 10.000 judul.

Untuk memanjakan konsumen, Wayang Force membuka layanan marketing berupa kafe di eX Plaza, Jakarta. Di sini, konsumen bisa menikmati layanan Wayang Force secara offline. Misalnya, membeli voucher pembelian buku digital. “Konsumen online kita masih konvensional, harus lihat toko dulu. Setelah ada toko, penjualan kami melonjak,” kata Jeffry.

BukuTablet

Produk yang dijual BukuTablet terdiri dari toko buku digital, e-book reader, Manuscript Bidding System (MBS), serta Academic & Personal eBook Library. “Kami punya 15–20 pegawai yang khusus mentransfer buku dari format PDF menjadi EPUB,” kata Ardiansyah.

Dua fitur kunci BukuTablet adalah B-Cloud dan Quote Sharing. B-Cloud adalah fitur yang menjamin buku-buku yang dibeli pengguna akan tersimpan di server dan bisa disinkronisasi di tablet, komputer, maupun web. Sedang fitur Quote Sharing akan memudahkan pembaca untuk membagikan kutipan (quote) buku langsung ke Facebook maupun Twitter.

BukuTablet menawarkan tiga metode pembayaran untuk para pengguna. Pertama, transaksi debit bank. Ke depan, BukuTablet akan meluncurkan fitur pembayaran dengan kartu kredit. Kedua, payment point. Konsumen membayar melalui kasir pada beberapa toko buku, kafe, dan titik penjualan lain. Ketiga, sistem deposit. Di sini, calon pembeli menempatkan dananya di BukuTablet. Ketika terjadi pembelian, saldo pembeli otomatis berkurang.

Selamat berbelanja buku digital dari tablet Anda!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Catur Ari

Terbaru