kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Isu kriminalisasi membayangi produksi migas


Minggu, 05 Juli 2015 / 22:19 WIB
Isu kriminalisasi membayangi produksi migas


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pemerintah sedang berusaha meningkatkan produksi dan penemuan ladang-ladang minyak dan gas (migas) terbaru. Salah satunya, dengan memangkas proses perizinan supaya lebih sederhana. Namun, kekhawatiran bakal dikriminalisasi justru menghantui para pengambil kebijakan dan pelaku bisnis migas.

Dalam diskusi yang digelar Indonesian Petroleum Association (IPA) Jumat (3/7) kemarin, Wakil Kepala SKK Migas M.I. Zikrullah menyebut produksi migas terus menurun. Potensi minyak saat ini 3,751 miliar barel, dan cadangan gas 100 TCF. “Pada 2030 kalau tidak ditemukan ladang baru, produksi sangat kecil,” ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, kondisi seperti itu diharapkan bisa dimengerti. Sehingga, butuh berbagai terobosan untuk mempercepat produksi dan penemuan ladang baru.

Apalagi, beberapa waktu lalu, ada pelaku bisnis yang melakukan pengeboran dan tidak mendapat apa-apa. “Bayangkan, hasilnya 99% air, dan hanya 1% minyak,” imbuhnya.

Kondisi migas Indonesia yang tidak sama dengan masa jaya pada 1977 maupun 1997 memerlukan perubahan aturan. Termasuk, perubahan mindset bahwa Indonesia bukan lagi negara yang kaya migas.

Namun dia sadar, berbagai proses percepatan sering kali justru berhadapan dengan penegak hukum. Oleh sebab itu, dia berharap ada ’’dirigen’’ untuk sektor migas yang bertugas mensingkronkan aturan yang ada. Supaya para pelaku bisnis bisa nyaman melakukan produksi tanpa takut dikriminalisasi.

Pakar hukum Hikmahanto Juwana menambahkan, penegak hukum umumnya kurang memahami kondisi migas nasional. Saat sebuah peristiwa terjadi, lantas dicocokkan dengan aturan, ada dugaan pelanggaran, langsung dikenakan pasal-pasal tertentu.

“Seperti kasus Chevron, Merpati, itu mau mengefisienkan birokrasi. Tapi selalu terbayang sedikit-sedikit penjara,’’ tuturnya.

Oleh sebab itu, selain perlu lebih hati-hati juga butuh pendekatan dengan penegak hukum. Memberikan pemahaman tentang industri migas seperti apa. Dia yakin, kalau aparat memahami bisnis tersebut, tidak semua terobosan akan berujung pada masalah hukum. “Keinginan membuat terobosan oleh pemerintah pusat, bisa tidak sejalan dengan aparat penegak hukum,’’ jelas Hikmahanto.

Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi, Djoko Siswanto mengatakan, sudah ada pertemuan dengan Bareskrim Polri. Korps Bhayangkara sebenarnya sudah siap untuk duduk bareng membicarakan itu. Dari hasil pertemuan, ada komitmen kalau kebijakan tidak merugikan masyarakat atau keuangan negara, tidak akan menghukum. “Mereka meminta sejak untuk diberitahu,’’ katanya.

Djoko menyebut, akan ada komunikasi yang intens dengan aparat penegak hukum. Pemerintah ingin agar pelaku usaha tidak lagi perlu menunggu izin selama 2 tahun.

Board of Director IPA Herry Wibiksana AWE mengatakan perlu sense of crisis supaya tidak lagi tumpang tindih hukum. Menurutnya, aparat hukum boleh saja bersikap aktif asalkan tidak berlebihan.

“Bisa menghambat. Harusnya ada aturan yang diawasi, kalau keluar pagar ditangkap. Kalau tidak keluar, jangan dimasukkan. Harus open minded,’’ pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×