Jika sengketa lahan KAI-Duta Anggada masuk jalur hukum, MRT bisa tertunda

Kamis, 26 Juli 2018 | 13:07 WIB   Reporter: Kiki Safitri
Jika sengketa lahan KAI-Duta Anggada masuk jalur hukum, MRT bisa tertunda

ILUSTRASI. Sandiaga Uno


MRT - JAKARTA. Masalah sengketa lahan antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Duta Anggada Realty Tbk (DART) semakin meruncing. Apalagi KAI sudah melaporkan Duta Anggada ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara melalui gugatan nomor 292/Pdt.G/2018/PN.Jkt Utr pada 31 Mei 2018 lalu.

Namun, Pemprov DKI Jakarta selaku penengah dalam masalah ini masih berharap adanya mediasi. “Pembicaraan terus berlangsung. Kami ingin melakukan mediasi fasilitasi agar para pihak ini bisa bertemu dan jangan sampai masuk ke jalur hukum,” kata Sandiaga di Balai Kota Jakarta, Kamis (26/7).

Sandiaga mengatakan bahwa jika masalah ini masuk ke jalur hukum maka pembangunan mass rapid transit (MRT) fase dua berpotensi gagal direalisasi akhir tahun 2018 ini. Selanjutnya Sandiaga menyebut bahwa pemerintah dalam hal ini akan mengambil opsi menjalankan Undang–Undang Nomor 2 tahun 2012 mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

“Dan kami akhirnya sebagai pemerintah harus mngambil opsi untuk kepentingan publik dan kepentingan umum dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 mengenai pengadaan lahan yang diatur oleh Undang-Undan tersebut,” kata dia.

Perseteruan KAI dan Duta Anggada sejauh ini sudah masuk dalam proses hukum. KAI mengajukan gugatan pada Mei 2018 lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

KAI menuntut Duta Anggada membayar ganti rugi senilai Rp 820,61 miliar serta meminta sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama tergugat (Duta Anggada) yang berasal dari hak pengelolaan No. 10 Desa Ancol atau HGB No. 1742 Desa Ancol. Ini dinilai tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta tidak mengikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati

Terbaru