kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keputusan tepat Medco kembangkan bisnis migas


Selasa, 27 September 2016 / 16:00 WIB
Keputusan tepat Medco kembangkan bisnis migas


Reporter: Azis Husaini, Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

Arifin saat itu membajak orang Parker bekerja di Medco. Seiring berjalannya waktu, di tahun 1990 keadaan berbalik. Rig Medco menjadi tujuh unit dan Parker hanya satu unit.

Saat usaha kian besar, Arifin mengajak sang adik yang sudah 10 tahun berkarier di Hafco  sebagai Chief Geologist. Hilmi pun akhirnya mundur dan membesarkan Medco bersama kakaknya. "Saya katakan sama Arifin, bisnis minyak itu bukan menyediakan pengeboran, tapi harus mempunyai produksi," kata dia

Maka, tahun 1991 Hilmi keluar dari Hafco, langsung membidani akuisisi pertama Medco terhadap Tesoto. Bersamaan  akuisisi Tesoto, kata Hilmi, tahun 1992, Medco membeli rig offshore dan menjadi klien terbesar Total EP di Blok Mahakam. "Tahun 1994 lengkap, biggest market share onshore dan IPO," kata dia.

Kini, empat dekade berdiri, Medco masih berkibar di bisnis migas. Bahkan boleh dibilang, perusahaan ini tercatat sebagai perusahaan migas swasta terbesar di Tanah Air.        

Sempat dua kali ingin dilego        

kesuksesan tak semudah membalikkan telapak tangan. Di balik kesuksesan Arifin Panigoro Pemilik Medco Group terselip upaya sulit mempertahankan perusahaan. Bahkan Medco sempat ingin dijual dua kali, karena bisnis memang sedang layu. Namun, karena kesabaran dan sedikit keberuntungan, Medco berhasil bangkit.

Hilmi Panigoro Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk, mengungkapkan, isu Medco akan dijual ke Pertamina saat tahun 2010 lalu tidak benar, yang benar saat itu PT Pertamina EP akan dimerger dengan Medco Energi. Dan Medco Energi sebagai perusahaan publik akan menjadi vehicle. "Memang Pertamina akan memasukan banyak aset, jadi memang share Pertamina akan mayoritas di Medco, itu rencananya," kata dia. 

Saat itu, ide merger itu datang dari mantan Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno yang kemudian menyewa konsultan McKinsey & Company dengan usulan, jika bisnis Pertamina EP ingin melesat, harus masuk menjadi perusahaan publik "Saat itu pilihannya masuk ke Medco, itu pas zaman Bu Karen Agustiawan," kata dia.

Saat itu semua perjanjian jual beli sudah disiapkan, tapi tiba-tiba DPR tidak menyetujui. "Itu last minutes. Negosiasinya hampir selesai, pemegang saham sudah setuju, idenya mau menjadikan Indonesia Incorporated, kerjasama swasta dan pemerintah," kata dia.

Lalu ada lagi soal rencana penjualan Encore International Pte Ltd oleh perusahaan milik Kiki Barki, pemilik Harum Energy. rencana penjualan karena saat itu harga minyak turun. "Pernah terjadi pembicaraan dan hampir ada kesepakatan, Harum Energy masuk ke MedcoEnergi, tapi tidak jadi," terangnya.

Alhasil karena tidak mencapai kesepakatan, Kiki Barki dan Arifin Panigoro menyatakan keputusan lain, yakni mendirikan perusahaan bersama, dengan nama Medco Pacifik Resources (MPR) yang bergerak di bidang Ketenagalistrikan. 

Dua kejadian ini, karena memang sudah kuasa Tuhan. "Tidak ada segala sesuatu itu tanpa izinnya, dan ini jalannya," imbuh dia. Saat ini, Hilmi menegaskan, Medco masih milik keluarga Panigoro.

Dia bilang, ke depan Medco akan dikelola oleh profesional. Saat ini memang benar, putra Arifin Panigoro ada di jajaran komisaris. Namun demikian, Medco akan mengedepankan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan. "Kami ini mempunyai komisaris tiga mantan Menteri  yakni M. Lutfi, Bambang Subianto dan Marsilam Simanjuntak," katanya.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×