kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kertas Basuki Rachmat Ubah Siasat Bisnis


Kamis, 27 Juni 2013 / 07:05 WIB
Kertas Basuki Rachmat Ubah Siasat Bisnis
ILUSTRASI. Harga sejumlah mata uang kripto utama telah anjlok selama dua bulan terakhir. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) meramalkan industri kertas di dalam negeri pada tahun ini masih akan loyo. Untuk mengantisipasinya, perusahaan itu melakukan strategi bisnis baru di tahun ini.

Direktur Keuangan KBRI, Ito Prawira bilang, di 2013, perusahaan hanya akan memproduksi kertas sesuai pesanan. "Jadi, kami baru memproduksi setelah ada pesanan masuk," katanya, Rabu (26/6).

Ito menjelaskan, pada strategi bisnis terdahulu, perusahaan memproduksi dan menjual kertas. Nah, dengan strategi bisnis yang baru ini, perusahaan hanya akan menjual jasa pembuatan kertas.

Menurut Ito, upaya ini dilakukan untuk mendongkrak laba perusahaan. Meski begitu, konsekuensinya kinerja penjualan perusahaan berkode emiten KBRI ini bakal turun.

Tahun ini, Ito memperkirakan penjualan perusahaan hanya akan mencapai Rp 20,6 miliar, turun 53,81% ketimbang realisasi pendapatan tahun lalu yang sebesar Rp 44,6 miliar. Sementara itu, laba kotor hingga akhir tahun 2013 diproyeksi mencapai Rp 2,6 miliar, membaik dari kinerja di tahun lalu yang membukukan rugi kotor Rp 3,6 miliar.

Sekretaris Perusahaan KBRI, Budi Priyadi bilang, strategi bisnis baru ini bisa melindungi KBRI dari tren penurunan harga kertas global. "Sekarang, harga kertas kami di level sekitar Rp 8.000 per kilogram," katanya.

Di sisi lain, Budi bilang, KBRI menargetkan bisa meningkatkan utilisasi produksi menjadi 90% dari total kapasitas produksi saat ini sebesar 100.000 ton per tahun. Pada tahun lalu, utilisasi produksi KBRI hanya 75%.

Soal rencana untuk menyelesaikan proyek paper machine 2 (PM2), Ito mengatakan, perusahaan masih belum mendapat kreditur. Padahal, sejak tahun lalu, KBRI mencari pendanaan sebesar US$ 60 juta untuk menyelesaikan 20% pembangunan PM2 yang berkapasitas 200.000 ton per tahun itu. Proyek ini terhenti sejak 1998 silam akibat krisis moneter.

Tak ingin menyerah, Ito bilang, saat ini perusahaan menjajaki pinjaman dari perbankan. "Semoga tahun ini bisa, karena PM1 sudah dipakai sejak 1964," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×