kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kurang kelapa, tata niaga diusulkan


Kamis, 15 Juni 2017 / 10:17 WIB
Kurang kelapa, tata niaga diusulkan


Reporter: Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Industri pengolahan kelapa dalam negeri mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan tata niaga ekspor kelapa segar. Desakan itu dilayangkan karena selama ini tidak ada yang mengatur tata niaganya sehingga mayoritas kelapa segar yang dihasilkan di dalam negeri dijual ke pasar ekspor tanpa ada nilai tambah.

Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) Amrizal Idroes mengatakan, bila pasokan bahan baku kelapa lokal sulit didapat, dikhawatirkan kapasitas produksi olahan kelapa Tanah Air tidak akan meningkat. Berdasarkan catatan HIPKI, saat ini kapasitas terpakai atau utilisasi pabrik yang mengolah produk hilir kelapa masih dibawah 50%.

Produk hilir kelapa dapat dibagi ke dalam dua jenis yakni minyak kelapa dan produk non minyak kelapa seperti santan dan nata de coco. Amrizal mencontohkan, industri minyak kelapa setiap tahunnya membutuhkan sebanyak 14 miliar butir buah kelapa segar. "Nyatanya yang dapat terpenuhi hanya 50% saja," katanya, Rabu (14/6).

Sementara itu, untuk produk turunan kelapa yang lain seperti industri santan dan nata de coco, kapasitasnya mampu menyerap hingga 20 miliar butir kelapa segar per tahun. Namun realisasi di lapangan suplai yang mampu dipenuhi dari dalam negeri hanya sekitar 35%-40% saja.

Oleh karena itu saat ini industri pengolah kelapa dalam negeri saling berebut untuk mendapatkan pasokan. Sementara pasokan kelapa segar terbatas. "Perlu segera dibuat aturan yang dapat mendorong suplai kelapa agar tidak banyak ekspor," ujarnya.

Salah satu opsi yang ditawarkan oleh industri pengolahan kelapa adalah dengan memberlakukan kuota. Sehingga, ekspor tidak dapat dilakukan selama kebutuhan kelapa segar untuk industri pengolahan dalam negeri belum terpenuhi.

Selain itu, pemerintah juga harus menetapkan harga acuan pembelian yang wajar ditingkat petani dan konsumen. Harga acuan ini penting ditetapkan agar para petani mendapatkan perlindungan. "Industri juga harus berkomitmen melakukan pembelian di atas biaya produksi yang dikeluarkan petani," ujar Amrizal.

Walau ada acuan harga, namun penerapannya tidak dapat di sama ratakan di semua wilayah. Harus di buat klaster-klaster sehingga antar daerah yang akses logistiknya sulit dapat lebih tinggi harganya.

Masih kurang pasokan

Pada tahun lalu produksi buah kelapa dalam negeri berada di kisaran 14 miliar buti. Amrizal bilang, tanpa ada kegiatan ekspor saja seluruh produksi kelapa lokal masih kekurangan.

Atas desakan ini, Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengaku akan mengatur ulang tata niaga ekspor kelapa ini. Dengan pengaturan ulang tata niaga ekspor, maka ekspor buah kelapa segar tidak bebas seperti saat ini.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan bilang, selama ini ekspor kelapa dalam bentuk buah masih besar, sehingga hal itu membuat industri produk hulu kewalahan mendapatkan bahan baku. "Industri dalam negeri kekurangan, tapi (kelapa buah) diekspor," kata Oke.

Untuk itu pemerintah akan mendorong ekspor produk olahan kelapa yang bernilai tambah ketimbang ekspor kelapa mentah. Sebab ekspor kelapa yang bernilai tambah bakal memberi keuntungan lebih bagi petani kelapa.

Menurutnya kelapa merupakan salah satu komoditas strategis, terutama untuk ekspor ke negara maju seperti Amerika dan Eropa. Namun di sisi lain, ekspor kelapa menghadapi tantangan karena membuat industri dalam negeri kekurangan bahan baku, apalagi produksinya stagnan bahkan menurun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×