kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mahfud: KLHK tak bisa paksa revisi RKU RAPP


Rabu, 13 Desember 2017 / 22:36 WIB
Mahfud: KLHK tak bisa paksa revisi RKU RAPP


Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak dapat memaksakan kepada pemegang izin usaha yang telah terbit dan beroperasi untuk melakukan revisi rencana kerja usaha (RKU) agar menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

"Hal ini sesuai dengan asas umum dalam peraturan perundang-undangan yang harus tunduk pada asas prospektif demi memberi jaminan kepastian hukum bagi mereka yang telah mendapatkan izin usaha secara sah," ujar Mohammad Mahfud MD, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia, dalam siaran pers, Rabu (13/12).

Mahfud memberikan pendapat hukum terkait dengan izin usaha Rencana Kerja Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu Tanaman Industri (RKU-PHHK-HTI) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Izin usaha tersebut periode tahun 2010-2019.

KLHK melalui Keputusan Nomor 5322/MenLHK-PHP/UHP.1/10/2017 membatalkan izin usaha RAPP berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 57 Tahun 2016. RAPP mengajukan keberatan atas Keputusan KLHK dikarenakan KLHK tidak merespons keberatan yang diajukan RAPP setelah 10 hari diajukan.

RAPP mengajukan permohonan ke PTUN sesuai dengan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal itu menyatakan bahwa apabila pejabat pemerintahan tidak merespons atas keberatan maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.

Pemohon juga mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk memperoleh putusan agar permohonan tersebut diterima.

Mahfud menjelaskan, ketentuan PP 17 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP 57 Tahun 2016 tidak dapat diberlakukan kepada pemegang izin usaha yang memperolehnya secara sah dan telah terbit serta beroperasi sebelum diterbitkannya PP tersebut.

Dia juga menjelaskan, pemegang izin yang telah terbit dan telah beroperasi sebelum diundangkannya PP 17 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP 57 Tahun 2016 yang menolak melakukan revisi RKU untuk menyesuaikan PP tersebut tidak dapat dikenakan sanksi.

"Hal ini didasarkan pada perlindungan jaminan kepastian hukum agar pemegang izin dapat bekerja sesuai dengan izin yang diperolehnya secara sah tanpa boleh dirugikan secara sewenang-wenang," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Pendapat senada dipaparkan Bagir Manan, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Bandung. Dia menjelaskan, asas yang dipakai dalam menerapkan peraturan baru termasuk peraturan perubahan hanya mengikat ke depan. "Penerapan sanksi hanya dapat diterapkan kalau terjadi pelanggaran di masa depan," kata Bagir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×