kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Maskapai penerbangan diminta waspadai gejala alam akibat peralihan musim


Rabu, 18 April 2018 / 20:07 WIB
Maskapai penerbangan diminta waspadai gejala alam akibat peralihan musim
ILUSTRASI. Penumpang pesawat di Bandara Ahmad Yani, Semarang


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso meminta para stakeholder penerbangan untuk waspada paska Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan rilis terkait peralihan musim dari penghujan menuju ke musim kemarau pada bulan April-Mei saat ini,

BMKG memprediksi akan ada beberapa kejadian yang rentan mempengaruhi operasional penerbangan seperti hujan es, puting beliung dan kebakaran hutan dan lahan.

Agus menjelaskan, keadaan cuaca pada musim kemarau memang tidak akan se-ekstrem pada musim penghujan. Tetapi pada masa peralihan dan musim kemarau nanti masih ada gejala alam yang bisa mengganggu penerbangan.

"Misalnya pada masa peralihan, ada potensi dan peluang terjadi cuaca ekstrem seperti hujan es dan puting beliung. Sedangkan pada musim kemarau bisa terjadi kebakaran lahan dan hutan yang dampaknya juga bisa mengganggu penerbangan," jelas Agus dalam keterangan resminya, Rabu (18/4).

Terkait hal tersebut, Agus meminta para stakeholder penerbangan baik regulator seperti otoritas bandar udara dan operator penerbangan seperti maskapai, pengelola bandara dan AirNav agar selalu waspada dan sigap melakukan tugasnya sesuai prosedur standar operasi yang sudah ditetapkan.

Para stakeholder harus selalu berkoordinasi dan bekerjasama dengan baik dan terutama tidak memaksakan untuk terbang jika ternyata keadaan tidak memungkinkan. Seperti misalnya kondisi jarak pandang yang terganggu oleh kabut asap, maka pesawat harus menunggu sampai cuaca cerah sesuai standar operasi yang diperbolehkan.

Agus juga meminta penumpang untuk sabar jika memang terjadi hal-hal yang mengganggu sehingga penerbangan harus delay atau ditunda karena faktor alam ini."Faktor alam tidak bisa kita lawan, namun harus kita akrabi demi kebaikan kita bersama. Untuk itu kami mengharap kerjasamanya kepada semua penumpang untuk menghindari hal-hal negatif yang merugikan semua pihak," lanjut Agus.

Sebelumnya, pada 16 April 2018 lalu Kepala BMKG mengeluarkan siaran pers terkait perubahan musim penghujan menuju kemarau dan dampak-dampaknya. Menurut pantauan BMKG dan beberapa lembaga internasional terhadap kondisi Samudera Pasifik dan Samudera Hindia mengindikasikan bahwa hingga awal April 2018 ini kondisi La Nina kategori lemah sudah berakhir menuju kondisi normalnya pada bulan Mei hingga September 2018 nanti. Juga tidak ada indikasi anomali iklim dipole mode yang terjadi di Samudera Hindia bagian barat Sumatera.

Di beberapa wilayah terutama di Indonesia bagian barat, masih terdapat massa udara basah yang cukup lembap (> 65%), terutama di atmosfer lapisan menengah (ketinggian 3000 meter). Kondisi ini dapat mendukung tumbuhnya awan-awan konvektif sehingga hujan sporadis masih berpeluang terjadi di beberapa wilayah di Sumatera bagian Selatan, Jawa bagian Tengah dan Timur, Kalimantan bagian Utara dan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan Selatan, serta Maluku bagian Utara.

BMKG juga memprediksi sebagian wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau pada bulan April ini dan musim kemarau penuh pada bulan Mei hingga September. Sebelum masuk kemarau, pada musim transisi, ada potensi dan peluang terjadi cuaca ekstrem seperti hujan es dan puting beliung.

Terkait dengan musim kemarau, BMKG memberikan peringatan kewaspadaan terkait daerah-daerah yang rentan terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Di antaranya di daerah Aceh dan Sumatera Utara bagian timur, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, serta sebagian Papua bagian Selatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×