kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengintip manuver Vietnam dan Thailand menuju MEA


Jumat, 18 April 2014 / 09:42 WIB
Mengintip manuver Vietnam dan Thailand menuju MEA
ILUSTRASI. Campina Ice Cream


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Sejumlah negara mulai bermanuver menyusun strategi memenangkan pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, yang memiliki potensi tak kurang dari 600 juta orang.

Ketua Bidang Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo) Soebronto Laras mengatakan, salah satu negara tersebut adalah Myanmar. “Kita harus sadari, ada negara besar sekarang mulai terbuka, padahal tadinya tertutup. Namanya Myanmar,” kata dia di Gedung Apindo Training Centre, Jakarta, Rabu (16/4).

Myanmar, lanjut Soebronto, telah merombak tatanan dagang, industri, investasi, dan lain sebagainya. “Dulu enggak ada orang boleh beli tanah di Myanmar. Belakangan baru saja Jepang masuk, beli tanah di situ. Pemerintah Myanmar membuka fasilitas itu,” sambungnya.

Dengan masuknya investasi asing, artinya lapangan kerja di Myanmar juga terbuka. Di sisi lain, produsen pun kian bersemangat dengan terbukanya Myanmar karena faktor efisiensi.

“Triangle Myanmar-Laos-Kamboja sangat kuat didukung China di waktu lampau. Ini harus kita lihat. Jadi kalau China enggak boleh masuk ke Indonesia karena dikhawatirkan akan memukul UKM kita, mereka dengan gampang masuk Myanmar. Barang tetap masuk bukan lagi 'made in China', tapi 'made in Myanmar' yang notabene ASEAN,” lanjut Soebronto.

Selain Myanmar, Soebronto juga mencontohkan negara lain yang telah bermanuver, yakni Thailand. Negara tersebut membuka ASEAN production facility.

“Ada beberapa hektar dibuka untuk mereka (Tiongkok) agar masuk ke situ. Kembali lagi, merek China, made in Thailand. Akan masuk ke Indonesia dengan ‘made in Thailand’, pajak jadi 0 persen,” terang Presiden Komisaris PT Indomobil tersebut.

Thailand pun kini sudah bisa mengekspor satu juta mobil per tahun. Sementara itu, kebutuhan kawasan ASEAN diperkirakan mencapai 2,3 juta unit per tahun.

Di sisi lain, Indonesia baru bisa memproduksi 1,3 juta mobil per tahun. “Yang bermain sekarang bukan lagi kita. Tinggal bagaimana prinsipal itu, seperti Toyota, Suzuki, Honda, (lihat) mana negara yang paling bagus,” ujarnya. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×