kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nasib karyawan RAPP terancam, ada apa?


Kamis, 19 Oktober 2017 / 21:53 WIB
Nasib karyawan RAPP terancam, ada apa?


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru saja mengeluarkan surat keputusan mengenai pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.93/VI BHUT/2013 tentang Persetujuan Revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri untuk jangka waktu 10 tahun atas nama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Dengan surat keputusan tersebut, operasional Hutan Tanaman Industri (HTI) RAPP harus berhenti. Dampaknya, RAPP harus merumahkan 4.600 karyawan kehutanan HTI dan transport secara bertahap.

Bahkan terdapat 1.300 karyawan pabrik yang berpotensi dirumahkan pada pekan berikutnya. Tak hanya itu, ada pula pemutusan kontrak kerja sama dengan mitra pemasok yang secara total memiliki lebih dari 10.200 karyawan.

Riyanto, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) berhentinya operasional RAPP ini memberikan dampak ekonomi yang sangat luar biasa terutama bagi masyarakat yang berada di Riau, khususnya Kabupaten Siak dan Palelawan.

"Industri kan melibatkan banyak orang di dalamnya. Dampaknya masif, dimana ekonomi daerah itu juga sangat bergantung kepada RAPP. Selain ekonominya lesu, dampaknya kepada industri kertas juga dimana pasokan bahan bakunya berkurang," ujar Riyanto, Kamis (19/10).

Meski begitu, Riyanto mengungkap berdasarkan aturan yang berlaku, dibutuhkan proses yang lama sebelum izin HTI dicabut. Perusahaan juga seharusnya diberikan waktu mengusulkan Rencana Kerja Usaha (RKU) terlebih dahulu.

Namun dia pun mengungkap terdapat beberapa kemungkinan sehingga keputusan tersebut memakan waktu yang singkat.

"Kemungkinan RAPP tidak mengikuti peringatan dari KLHK tentang RKU, karena RAPP masih ingin lahan usaha penggantinya (Land Swap) clear and clear, di samping membuat RKU juga membutuhkan waktu," ujarnya.

Riyanto pun mengungkap berbagai aturan terkait lahan gambut seperti PP Nomor 57/2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dan aturan mengenai pembangunan hutan tanaman industri dapat memberatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri kertas dan sawit.

"Menurut hitungan kami, 1,1 juta ha dari 2,45 juta hektare lahan gambut tidak akan ditanami dalam 5 tahun ke depan karena adanya aturan tentang gambut, Padahal, nilai ekonominya Rp 191 triliun. Memang benar peraturan ini berkaitan dengan lingkungan, tetapi dampaknya juga kepada ekonomi masyarakat," ujar Riyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×