kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Para ahli dunia minta PBB larang robot pembunuh


Senin, 21 Agustus 2017 / 14:21 WIB
Para ahli dunia minta PBB larang robot pembunuh


Sumber: money.cnn | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Para ahli intelijen artifisial terkemuka dunia kompak menyerukan bahaya pengembangan robot pembunuh.

Bos Tesla, Elon Musk, merupakan satu dari 116 pendiri perusahaan robotik dan artifisial yang meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melarang senjata otonom.

"Ancaman dari senjata otonom adalah terjadinya revolusi ketiga di kancah peperangan dunia. Jika senjata ini dikembangkan, mereka akan menimbulkan konflik bersenjata terbesar dalam sejarah dan dalam waktu yang sangat cepat dari yang diperkirakan manusia," demikian surat terbuka para ahli robot yang dirilis Senin (21/8).

Surat tersebut juga menuliskan, "Hal ini akan menjadi senjata teror, senjata yang merusak dan bisa digunakan teroris untuk menyerang manusia yang tak bersalah, dan senjata yang bisa digunakan pada cara-cara yang salah."

Surat terbuka itu ditandatangani perusahaan yang tersebar dari seluruh dunia, mulai Amerika Utara, Eropa, Afrika dan Asia. Nama spesialis intelijen artifisial Google Mustafa Suleyman juga termasuk di dalamnya.

"Tidak seperti manifestasi intelijen artifisial yang potensial lainnya, sistem senjata otonom masih dalam tahap pengembangan saat ini dan memiliki potensi merusak yang sangat besar kepada warga tak berdosa sekaligus instabilitas global," jelas Ryan Gariepy, founder Clearpath Robotics.

Sementara itu, berdasarkan data Human Rights Watch, lebih dari 12 negara saat ini tengah mengembangkan sistem senjata otonom. Beberapa di antaranya: Amerika Serikat, China, Israel, Korea Selatan, Rusia dan Inggris.

Musk sudah memperingatkan akan bahaya senjata artifisial ini selama bertahun-tahun, dengan mengatakan bahwa senjata ini lebih berbahaya daripada nuklir. Seiring dengan meningkatnya ketegangan dengan Korea Utara pada bulan ini, dia juga menegaskan, intelijen artifisial memiliki risiko lebih tinggi ketimbang rezim Kim Jong Un.

Surat terbuka kepada PBB ini dirilia pada konferensi intelijen artifisial di Melbourne, menjelang pertemuan PBB mengenai senjata otonom.




TERBARU

[X]
×