kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penguatan harga energi tertahan pasokan


Kamis, 06 April 2017 / 06:52 WIB
Penguatan harga energi tertahan pasokan


Reporter: RR Putri Werdiningsih, Wuwun Nafsiah | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Di kuartal satu lalu, pasokan komoditas energi terus membanjiri pasar lantaran produksi terus meningkat. Padahal, permintaan belum benar-benar tumbuh. Alhasil, harga sejumlah komoditas energi tertekan.

Misalnya saham harga minyak, yang longsor sekitar 10,6% sepanjang kuartal I-2017 lalu. Untungnya, di awal April, harga minyak sedikit rebound. Rabu (5/4), per pukul 17.01 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Mei 2017 di New York Mercantile Exchange melejit 1,04% menjadi US$ 51,56 per barel dibanding hari sebelumnya.

Harga gas alam pun terkikis cukup dalam, yakni 9,9% sepanjang tiga bulan pertama 2017. Bahkan, di awal April ini harganya belum membaik. Per pukul 17.33 WIB kemarin, harga gas alam kontrak pengiriman Mei 2017 di New York Mercantile Exchange melemah 0,18% ke US$ 3,287 per mmbtu dibanding hari sebelumnya.

Tapi, hal tersebut tidak berlaku untuk batubara. Si hitam ini justru menorehkan kinerja ciamik di triwulan I-2017, di mana harganya naik 0,78%. Keperkasaan batubara pun terus berlanjut. Selasa (4/4) lalu, harga batubara kontrak pengiriman Mei 2017 di ICE Future Exchange terkerek 0,51% menjadi US$ 88,5 per metrik ton dibanding hari sebelumnya.

Analis menilai komoditas energi masih bakal menghadapi banyak sentimen negatif tahun ini. Biar lebih jelas, yuk, kita simak ulasan para analis soal prospek komoditas energi tahun ini.

- Minyak

Harga minyak cenderung tertekan di kuartal satu lalu lantaran program pemangkasan produksi yang dilakukan negara anggota OPEC serta sejumlah negara produsen minyak non-OPEC belum berhasil mengontrol volume produksi minyak global. Sebab, produksi dan cadangan minyak Amerika Serikat justru meningkat signifikan.

Keberhasilan Negeri Paman Sam mengerek produksinya sempat membuat harga minyak jatuh ke level terendahnya sejak November 2016, yakni di posisi US$ 47,70 per barel pada Maret lalu.

Kekhawatiran pasar akan peningkatan produksi minyak mentah AS masih bakal jadi faktor penekan harga minyak ke depan. Cadangan minyak dan rig pengeboran aktif di AS terus bertambah.

Ini membuat pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC tak terlalu berdampak pada harga. "Padahal tingkat kepatuhan akan kesepakatan OPEC cukup tinggi," ungkap Deddy Yusuf Siregar, Analis Tradepoint Future, kemarin.

Di awal April ini, harga minyak sedikit menguat setelah OPEC menyatakan akan melanjutkan program pemangkasan produksi hingga akhir 2017. Selain itu, cadangan minyak AS pun mulai menurun.

American Petroleum Institute (API) melaporkan, per 31 Maret 2017 cadangan minyak AS turun menjadi 1,8 juta barel. Selain itu, peningkatan ekspor minyak mentah AS turut mengerek harga. Februari lalu, ekspor minyak mentah AS ke China mencapai 8,08 juta barel, atau empat kali lipat dari pembelian di Januari 2017. Ini berarti permintaan minyak global kembali naik.

Berbekal sentimen tersebut, Deddy memperkirakan hingga kuartal II-2017 harga minyak akan bertahan di kisaran US$ 50-US$ 55 per barel.

- Gas Alam

Harga gas alam cenderung melemah seiring dengan berakhirnya musim dingin. Meski demikian, pelemahannya terbatas karena kondisi cuaca masih cukup dingin. "Walau melemah tetapi masih lebih baik jika dibanding periode sama tahun lalu," tutur Ibrahim, Direktur Utama Garuda Berjangka. Sebagai catatan, harga gas alam di kuartal I-2016 terjun hingga 19%.

Di awal 2017, harga gas alam sempat terbang tinggi. Tapi pergerakannya kemudian tertekan antisipasi pasar atas kenaikan suku bunga The Fed Maret lalu. Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu produsen sekaligus konsumen terbesar gas alam juga melakukan upaya pengendalian harga. Sebab, sebagian besar pemakaian gas alam di Negeri Paman Sam mendapat subsidi dari pemerintah.

Ke depan, potensi kenaikan suku bunga AS masih bakal menekan harga gas alam. Selain itu, kepastian pelaksanaan kebijakan Donald Trump juga akan berpengaruh.

Tetapi, perbaikan data ekonomi China, stimulus ekonomi Jepang hingga keluarnya Inggris dari Uni Eropa alias Brexit berpotensi menopang harga gas alam. "Kerjasama ekspor gas alam dari China ke Rusia juga menambah dukungan pada laju harga," imbuh Ibrahim.

Dalam jangka panjang, oleh diversifikasi tenaga listrik yang dilakukan sejumlah negara bakal menopang harga gas alam. Beberapa negara maju mulai mengganti pembangkit listrik batubara dengan pembangkit listrik yang menggunakan tenaga lain yang lebih ramah lingkungan. Salah satu pilihannya adalah gas alam.

Proyeksi Ibrahim, harga gas alam akan bergerak di kisaran US$ 2,9-US$ 3,4 per mmbtu hingga akhir bulan Juni.

- Batubara

Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, isu utama penggerak harga batubara berasal dari China. Sejauh ini China terus berupaya mengendalikan harga, sehingga tidak menguat atau melemah signifikan. "Semua komoditas energi sebenarnya masih dibayangi pelemahan di tengah kecemasan turunnya permintaan. Tetapi China telah berhasil mengendalikan pasokan dengan melakukan pengaturan angka produksi," papar dia.

Pembatasan produksi yang dilakukan Negeri Tirai Bambu ini berhasil membuat harga batubara melejit 97% sepanjang 2016 lalu. Di awal tahun ini, China sempat melonggarkan aturan dengan mengizinkan produsen menaikkan produksi. Ditambah dengan tekanan penguatan dollar AS, batubara sempat turun ke level US$ 75,15 per metrik ton pada 9 Januari lalu.

Tapi permintaan batubara tergolong masih stabil. Wahyu menilai ada peluang harga membaik jika China, AS, Eropa hingga negara Asia lain mengurangi pasokan.

Peluang kenaikan harga semakin besar setelah adanya gangguan produksi di Australia. Bencana angin topan Debbie yang melanda Australia awal April ini diprediksi mengganggu pengiriman batubara ke China. Secara historis, adanya bencana memberi pengaruh signifikan pada harga komoditas.

Namun, pengaruh bencana akan terbatas jika pemerintah China merespons kenaikan harga batubara dengan kembali meningkatkan produksi. Dalam jangka menengah, Wahyu memperkirakan harga batubara akan bergerak pada kisaran US$ 70-US$ 110 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×