kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha kawal revisi UU Migas


Rabu, 05 Desember 2012 / 09:45 WIB
Pengusaha kawal revisi UU Migas
ILUSTRASI. Indeks Nasdaq berhasil ditutup ke rekor tertinggi lagi


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sandy Baskoro

JAKARTA. Pengusaha di sektor minyak dan gas bumi mengaku belum merasa aman meski fungsi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) telah diambilalih Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas). Pasalnya, unit pengganti ini hanya sementara dan akan berubah lagi setelah revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas rampung.

Namun Indonesian Petroleum Association (IPA) menghargai langkah cepat pemerintah pasca pembubaran BP Migas. "Kami apresiasi, kontrak yang ada tetap dihormati meski BP Migas bubar. Tapi ke depan masih ada revisi UU Migas yang isinya masih menjadi pertanyaan," ujar Sammy Hamzah, Vice President IPA, Selasa (4/12).

Saat ini, revisi beleid migas tersebut masih dibahas Panitia Kerja (Panja) RUU Migas di DPR RI. Ada banyak pertanyaan yang muncul terkait kebijakan baru di industri hulu migas di masa mendatang.

Seperti badan regulator baru pengganti SK Migas, mekanisme pengusahaan wilayah kerja, participating interest bagi badan usaha milik daerah (BUMD) dan badan usaha milik negara (BUMN) di setiap wilayah kerja, penarikan dana migas atau petroleum fund untuk pengembangan kegiatan eksplorasi migas, hingga batasan minimal pasokan gas ke pasar domestik.

Selama ini investor maupun pengusaha migas hanya mengandalkan kontrak kerjasama (KKS) sebagai landasan eksplorasi dan eksploitasi migas. Menurut Sammy, setelah lahir UU Migas baru, belum ada jaminan, apakah KKS itu masih berlaku atau tidak.

Pengaturan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam UU 22/2001 juga perlu dikaji. Menurut Sammy, seharusnya kebijakan hulu dan hilir diatur terpisah agar persoalan industri migas bisa dilihat secara komprehensif.

Sammy menjelaskan, carut marut pendistribusian BBM bersubsidi selama ini justru selalu dikaitkan dengan usaha hulu migas, padahal kedua hal itu berbeda. "Kalau pemerintah belum dapat menuntaskan masalah BBM bersubsidi, maka persoalan migas akan terus berlanjut," ungkap dia.

Untuk menjawab kecemasan pengusaha, IPA berharap, DPR maupun pemerintah bersedia melibatkan pengusaha dalam merumuskan aturan tersebut. "Kami belum bisa mengatakan investor ingin seperti apa, namun kami berharap DPR dan pemerintah bisa meminta masukan dari pengusaha," ujar Sammy.

Rudi Rubiandini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berpendapat, regulator hulu migas sebaiknya lembaga berbentuk badan
hukum milik negara (BHMN) bukan BUMN. "Bentuk institusi yang aman adalah BHMN, karena penerimaan langsung ke kas negara. Sedangkan BUMN melalui dividen baru disetor ke negara," kata dia.

Soal skema kontrak, menurut Rudi, bisa juga nanti dilakukan selain production sharing contracts (PSC), sepertiĀ  kontrak bagi hasil (KBH), kontrak royalti (KR) dan kontrak share progresive (KSP). Harus ada juga dana khusus atau petroleum fund sebagaimana layaknya royalti sebesar 5% dari nilai penjualan. "Dana tersebut untuk pendidikan sumber daya manusia dan eksplorasi agar kekayaan migas bisa dinikmati generasi mendatang," kata Rudi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×