kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha keberatan semua wajib CSR


Selasa, 26 April 2016 / 20:17 WIB
Pengusaha keberatan semua wajib CSR


Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pengusaha, salah satunya yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) berkeberatan dengan rencana DPR yang akan mewajibkan semua perusahaan laksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

Mereka melalui Eddy Ganefo, Ketua APERSI bergarap, DPR bisa mengerucutkan kewajiban tersebut, hanya ke perusahaan tertentu. Misalnya, ke perusahaan yang mempunyai margin bagus.

Eddy mengatakan, kalau pemberlakuan kewajiban program CSR dipaksakan ke semua perusahaan, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak buruk.

"Kalau semua perusahaan dikenakan CSR sementara margin atau keuntungan belum bagus maka akan hambat perkembangan perusahaan, dan itu justru menjadi ganjalan kemudahan berusaha," katanya kepada KONTAN Senin (25/4) malam.

DPR, melalui Rancangan Undang- undang Tanggung Jawab Sosial yang mereka sedang inisiasi berencana untuk memperluas pemberlakuan kewajiban pemberian dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Jika saat ini sesuai dengan ketentuan Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tetang Perseroan Terbatas, kewajiban soal pemberian CSR tersebut hanya terbatas pada perseroan atau perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, rencananya melalui ruu yang dibahas ini kewajiban akan dibebankan ke semua perusahaan. Besaran yang ditentukan pun akan dipatok.

Abdul Malik Haramain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR mengatakan, dari usulan yang masuk, besaran dana CSR yang harus diberikan perusahaan harusnya mencapai 2%, 2,5% atau 3% dari keuntungan. "Kami ingin semua perusahaan swasta, BUMN wajib untuk ini," katanya kepada KONTAN pekan kemarin.

Ledia Hanifa, Wakil Ketua Komisi VIII DPR lainnya mengatakan, rancangan UU tersebut dibahas karena selama ini walau sudah ada aturan yang memuat kewajiban soal CSR, DPR melihat kewajiban tersebut tidak jalan secara optimal. Ketidakoptimalan tersebut salah satunya disebabkan tidak adanya payung hukum yang kuat tentang target yang harus dicapai dari program CSR tersebut.

"Tidak ada aturan yang tetapkan apa target CSR, bentuknya apa, apa yang harus dilakukan, ini yang kami coba gali dari RUU Tanggung Jawab Sosial ini," katanya.

Ledia mengatakan, untuk mematangkan ruu tersebut saat ini pihaknya terus menghimpun masukan dari sejumlah pihak, termasuk dunia usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×