kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan proyek EBT era Jokowi tidak lebih baik dari SBY


Senin, 19 Agustus 2019 / 20:59 WIB
Pertumbuhan proyek EBT era Jokowi tidak lebih baik dari SBY
ILUSTRASI. ANALISIS - Fabby Tumewa, Pengamat Kelistrikan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Indonesia and Mining Energy Forum (IMEF) menyebutkan pertumbuhan Energi Baru Terbarukan (EBT) zaman pemerintahan Joko Widodo dinilai tidak lebih baik dari zaman kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akibat sejumlah regulasi sektoral yang menghambat.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam diskusi IMEF di Jakarta mengungkapkan, sepanjang tahun 2010 hingga 2014 penambahan pembangkit EBT mencapai 1.760 MW.

Baca Juga: Kaji aturan energi terbarukan! Demi mendorong bisnis energi bersih

"Dengan estimasi tambahan hingga akhir tahun 400 MW - 450 MW maka total kapasitas 2014-2019 sebesar 1.300 MW hingga 1.350 MW," jelas Fabby, Senin (19/8).

Lebih jauh Fabby menyebutkan realisasi ET dalam kurun lima tahun terakhir tidak pernah mencapai target penyesuaian kecuali pada tahun 2016. dimana pada tahun tersebut Target Renstra KESDM sebesar US$ 3,34 miliar.

Angka tersebut kemudian mengalami penyesuaian menjadi US$ 1,37 miliar dimana realisasi sebesar US$ 1,57 miliar. "Hal ini karena pada tahun tersebut Joko Widodo meresmikan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu di Pantai Samas, dan mendorong atmosfer investasi," ujar Fabby.

Baca Juga: Indonesia Power Siapkan 18 Proyek Energi Baru Terbarukan premium

Lebih jauh Fabby menilai, sesudah tahun tersebut, sejumlah regulasi sektoral justru semakin menghambat investasi ET di tanah air. IMEF juga mempertanyakan kehadiran Dewan Energi Nasional (DEN) yang dinilai kurang memberikan dampak yang optimal. "Padahal dulu Kebijakan Energi Nasional belum ada," ungkap Fabby.

Fabby beranggapan, selain perbaikan regulasi yang dinilai kaku, pemerintah perlu memberikan harga jual-beli tenaga listrik yang memadai sesuai kaidah bisnis yang wajar. "Diperkirakan sekitar 70% hingga 80% kebutuhan investasi berasal dari sektor swasta," kata Fabby.

Terobosan lain yang dapat dilakukan menurut Fabby melalui penggunaan APBN agar dioptimalkan untuk menyediakan insentif bagi pengembangan ET. "Instrumen Viability Gap Fund (VGF) untuk tutupi selisih harga listrik ET dengan biaya pokok pembangkitan PLN setempat dan insentif pendanaan dengan suku bunga yang ompetitif," tegas Fabby.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×