kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pusat data tekfin harus di Indonesia


Rabu, 26 April 2017 / 13:08 WIB
Pusat data tekfin harus di Indonesia


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Satu per satu standar bisnis layanan pinjam meminjam melalui jasa teknologi finansial (tekfin) ditata. Pekan lalu, misalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali merilis aturan mengenai tata kelola dan manajemen risiko tekfin.

Ada beberapa poin penting yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 18/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Industri Tekfin itu. Salah satunya, kewajiban bagi perusahaan financial technology atau fintech menempatkan pusat data di Indonesia.

Beleid ini juga melarang perusahaan tekfin menyebarkan data dan informasi pribadi nasabahnya kepada pihak lain. OJK juga menekankan tanggung jawab pengelola tekfin, termasuk peranan dewan direksi dalam mengawasi risiko (lihat tabel).

Ketentuan ini melengkapi sejumlah aturan lain yang dirilis OJK bagi industri tekfin di Tanah Air. Akhir tahun lalu, misalnya, OJK merilis POJK Nomor 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Beleid itu antara lain mengatur permodalan perusahaan tekfin minimal Rp 1 miliar saat mendaftar, dan sebesar Rp 2,5 miliar saat mengajukan izin.

Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Dumoly Pardede menjelaskan, sejumlah aturan ini bertujuan agar pelaku bisnis tekfin menjalankan bisnis dengan serius. "Supaya mereka bisa lebih sustain," tegas Dumoly, Selasa (25/7).

Chief Executive Officer (CEO) Modalku Reynold Wijaya menilai aturan ini bisa positif bagi industri sekaligus sebagai perlindungan konsumen. Dia mengklaim bahwa Modalku sudah memiliki risk committee memantau performance risk, termasuk sejumlah indikator yang mesti diperhatikan dalam berbisnis.

CEO KoinWorks Benedicto Haryono menambahkan, aturan baru ini memperjelas aturan sebelumnya. Namun ada sejumlah tantangan dalam implementasinya. Misal soal kewajiban menempatkan pusat data di Indonesia.

Ia menyatakan, pemberi layanan cloud server global semacam Amazon dan Google belum memiliki fasilitas di Indonesia. Sementara provider server lokal belum mampu bersaing dalam urusan tarif sewa. "Jadi butuh waktu sekitar dua tahun agar implementasinya sempurna," ujar Benedicto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×