kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi UU Minerba bakal molor hingga 2016


Jumat, 07 Agustus 2015 / 10:19 WIB
Revisi UU Minerba bakal molor hingga 2016


Reporter: Azis Husaini, Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Keinginan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempercepat revisi Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara nampaknya sulit terealisasi. Paling cepat revisi UU tersebut baru bisa digarapĀ  tahun 2016 mendatang.

Padahal, revisi UU Minerba masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Namun menjelang lima bulan akhir tahun 2015, belum ada mekanisme yang disepakati antara Pemerintah dengan DPR tentang konsep awal Revisi RUU Minerba itu.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Nasdem, Kurtubi menjelaskan, fraksi belum ada yang mengajukan poin-poin yang akan direvisi. "Sulit 2015, kemungkinan mundur 2016, karena terkendala mekanisme yang sampai sekarang konsep awalnya pun belum ada," terangnya kepada KONTAN, Kamis (6/8).

Dalam pandangan Kurtubi, sebenarnya banyak yang mesti direvisi dalam UU Minerba.Dia menilai UU Minerba saat ini lebih banyak merugikan negara. "Contohnya status kepemilikan lahan tambang tak jelas saat ini, pasal mana yang menyebutkan lahan tambang adalah milik negara?" tanyanya. Ini menjadikan perusahaan tambang memiliki lahan tambang sebagai aset.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar, Satya W. Yudha menambahkan, poin penting lain yang perlu dibahas di dalam revisi UU Minerba adalah mengenai perpanjangan kontrak perusahaan tambang minerba. Saat ini, perpanjangan kontrak dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir. "Soal itu bukan untuk kepentingan sepihak, ya, namun untuk negara," jelasnya.

Poin selanjutnya, untuk pembangunan smelter yang mesti selesai 2017 mendatang, dimana perusahaan tambang banyak yang membutuhkan kepastian insentif pajak dan keputusan pembebasan lahan. "Banyak yang masih jadi kendala dalam pembangunan smelter ini karena peraturannya sendiri," tandasnya.

Kepala Sub Direktorat Pengawasan Pengoperasian Produksi dan Operasi Mineral Kementerian ESDM, Syamsu Dalien menerangkan, pihaknya juga belum bisa memberikan detil pasal mana saja yang bakal direvisi. Tapi tentu soal smelter akan menjadi fokus. "Soal waktu pembangunan proyek smelter akan menjadi fokus kami, aturannya akan dipertajam," imbuh dia.

Saat ini ada 178 perusahaan yang berencana membangun smelter. Said Didu, Ketua Tim Penelaah Smelter Nasional Kementerian ESDM menerangkan, jika seluruh proyek smelter yang telah direncanakan belum juga beroperasi pada 2017 mendatang, maka bisa terjadi kekacauan. "Sekarang kurs rupiah melemah, investor menahan investasi," imbuh dia, kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Pusat mesti punya taji

Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Syahrir AB mengungkapkan, 50% Pasal di UU Minerba harus direvisi. Misalnya pasal 171 yang berbenturan dengan pasal 53. Pasal 171 bilang pemegang kontrak karya bebas bisa mengajukan rencana kerja jangka panjang. Sementara di pasal 53 lahan yang dimiliki untuk diperpanjang hanya 25.000 ha.

Lalu, soal UU No 23 tahun 2014 soal Kewenangan Pemda yang akan mengatur IUP ke tangan Pemprov dan Pemerintah Pusat, sementara di UU Minerba yang saat ini IUP masih ditangan Pemkab. "Ini harus direvisi, harusnya ke Pusat semua, agar pusat punya fungsi mengatur," ujar dia.

Selain itu juga, harus ada kejelasan, bahwa di UU Minerba yang saat ini tidak ada larangan ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×