kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sah, nelayan punya payung hukum profesi


Kamis, 17 Maret 2016 / 10:57 WIB
Sah, nelayan punya payung hukum profesi


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Mimpi nelayan untuk memiliki payung hukum sebagai perlindungan akhirnya terwujud juga. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang (UU) Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam dalam Rapat Paripurna, Selasa (15/3).

Wakil Ketua Komisi IV DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) UU Nelayan, Herman Khaeron memperkirakan, dalam waktu satu bulan ke depan UU sudah tercatat dalam Lembaran Negara atau mendapat nomor. "UU akan berlaku 30 hari setelahnya," ujar Herman kepada KONTAN, Rabu (16/3).

Menurut Herman, UU Nelayan memang sudah sangat lama diharapkan kehadirannya oleh masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Mereka membutuhkan perlindungan karena ketiga profesi itu rentan terhadap harga, penyakit, dan perubahan iklim.

Dengan adanya payung hukum ini, nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam diperhatikan lantaran pemerintah pusat dan daerah wajib menjamin dan melindungi profesi ini. 
Bentuknya berupa asuransi, jaminan penentuan harga yang menguntungkan, akses pembiayaan modal ke bank lewat lembaga penjaminan, dan pendampingan untuk perjanjian kerja antara nelayan maupun petambak dengan pemilik kapal atau lahan budidaya. 

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengapresiasi pengesahan UU Nelayan. Dari segi perlindungan, dia berharap pemerintah tidak lagi menunda-nunda asuransi nelayan. 

"Dulu baik pengusaha perikanan maupun asuransi tidak ada yang mau memberikan asuransi untuk para nelayan karena risikonya yang besar," ungkapnya.

Masih asuransi jiwa

Namun, Winarno menyayangkan, di tahap awal, asuransi nelayan hanya meliputi asuransi jiwa. Dia berharap, asuransi juga melindungi nelayan dari risiko usaha mulai tahun depan, seperti halnya asuransi pertanian yang melindungi petani dari risiko gagal panen.

Sedangkan dari segi pemberdayaan, Winarno berharap UU Nelayan bisa memudahkan akses nelayan ke pembiayaan. Saat ini, belum banyak nelayan yang memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena persyaratan untuk mendapatkan KUR sulit.

Sementara itu Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menilai, pengesahan UU Nelayan sangat tepat menjawab tantangan transisi pengelolaan perikanan yang membutuhkan terobosan berbasis masyarakat dan inovasi.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, KKP menganggarkan Rp 250 miliar untuk 1 juta nelayan pada tahap pertama tahun ini. Hanya saja, saat ini belum ditentukan perusahaan asuransi yang digandeng pemerintah untuk mengelola asuransi nelayan. 

Setelah RUU disetujui, tahap berikutnya adalah proses bidding perusahaan asuransi yang digelar oleh KKP.

KKP menjanjikan peningkatan anggaran dan penerima asuransi setiap tahun. Tapi, tak semua nelayan bisa menerima asuransi. 

Premi hanya gratis untuk nelayan yang tidak bekerja di perusahaan perikanan dan nelayan kecil dengan kapal berkapasitas di bawah 10 gross ton (GT). "Asuransi nelayan kecil ditanggung oleh pemerintah, sedangkan asuransi bagi anak buah kapal (ABK) ditanggung oleh pengusaha perikanan," ujar Susi.

Pemerintah juga sudah menyiapkan sanksi bagi pengusaha yang membandel. "Bayar premi asuransi buat ABK di perusahaan wajib ditanggung pengusaha. Kalau tidak bayar akan ada sanksinya," ujar Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja.           n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×