kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra anggrek yang juga menjual tanaman lain (4)


Kamis, 16 September 2010 / 09:55 WIB
Sentra anggrek yang juga menjual tanaman lain (4)


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Tri Adi

Meski namanya Taman Anggrek Ragunan (TAR), tapi sentra tanaman ini tak hanya menjual anggrek. Seiring berjalannya waktu, para pedagang juga menjual tanaman hias lain demi memenuhi permintaan pasar. Kini, hanya beberapa pedagang yang masih bertahan dengan mengkhususkan diri berjualan anggrek.

Pesona anggrek memang tak pernah luntur. Sepertinya, orang tak akan pernah bosan memandangi rangkaian bunga anggrek yang mempunyai beragam jenis.

Tak heran, harga jual anggrek cenderung stabil dari tahun ke tahun. Tak seperti tanaman hias lainnya, yang harganya fluktuatif: meroket saat booming, lalu kemudian terpuruk habis-habisan, harga anggrek relatif stabil. Maklum, "Penggemar anggrek masih banyak," kata Sukendar, pengelola Rama Orchid di sentra Taman Anggrek Ragunan (TAR).

Meski begitu, para petani dan pedagang di TAR juga ingin mencicipi peluang kenaikan harga tanaman hias lainnya, seperti anturium dan aglaonema yang booming tiga tahun lalu. Alhasil, mereka memperluas jenis tanaman hias yang mereka jual. Selain menyediakan anggrek, sekitar 50%-60% kavling dipakai menjual tanaman hias lainnya.

Dengan menjual beragam tanaman hias, para pedagang bisa menikmati keuntungan yang lebih baik. Sukendar bilang, gerainya ikut merasakan dampak booming aglaonema. "Waktu itu saya bisa menjual aglaonema tujuh daun dengan harga Rp 28 juta," katanya.

Ketika harga tanaman hias tersebut sudah normal, para pedagang kembali berjualan anggrek yang harga dan permintaannya lebih stabil. "Sekarang, harga aglaonema lokal dengan tujuh daun Rp 100.000. Itu sudah harga normal," kata Sukendar.

Meski bisnis tanaman hias tak pernah pudar, pedagang risau karena sentra TAR semakin sepi dari tahun ke tahun. Penyebabnya, selain karena banyak bermunculan sentra tanaman hias lain, menurut Samino, pemilik Santi Orchid, lesunya ekonomi juga menurunkan pembelian tanaman hias.

Samino yang sudah berdagang di TAR lebih dari 14 tahun, merasakan penurunan minat masyarakat akan tanaman hias dalam beberapa tahun terakhir. Biasanya, menjelang Lebaran permintaan tanaman hias naik. Tapi, mendekati Lebaran tahun ini, TAR masih sepi pengunjung.

Agus Gunawan, pemilik Al Mira Orchid, menimpali, sejak 2006, penjualannya terus turun. Bahkan, penurunannya bisa mencapai 50%. "Di tahun 2006, penjualan bisa mencapai Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per bulan," kata Agus. Tapi setahun terakhir, penjualannya hanya sekitar Rp 10 juta sebulan.

Agus bilang, penurunan mulai terasa sejak tahun 2008. Tahun ini, permintaan mulai sepi saat musim sekolah. "Nanti, permintaan mulai banyak di bulan Desember hingga Januari," katanya, sembari berharap.

Menurut Sukendar, pasar tanaman hias di TAR memang makin berkurang. "Dulu, penjualan minimal Rp 80 juta per bulan. Bahkan, bisa tembus hingga Rp 100 juta saat sedang ramai," kenangnya. Sekarang, penjualan hanya berkisar Rp 20 juta hingga Rp 25 juta.

Pembeli yang banyak berkurang adalah pembeli partai besar dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Biasanya mereka membawa truk sendiri, karena sekali belanja bisa mengangkut 1.000 hingga 1.500 tanaman," imbuh Sukendar.

Bahkan, menurut Samino, beberapa waktu terakhir ini permintaan dari Jawa hampir tidak ada lagi. Permintaan dari sekitar Jakarta dan luar Jawa memang tetap datang, namun jumlahnya tak sebanyak dulu.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×