kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal impor 'barang bekas', ini kata pelaku tekstil


Minggu, 31 Januari 2016 / 21:57 WIB
Soal impor 'barang bekas', ini kata pelaku tekstil


Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 127 tahun 2015, soal importasi barang modal tidak baru disambut positif oleh industri tekstil. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan insentif itu dapat mendorong industri tekstil terutama dari sisi pengusaha kecil menengah.

”Dengan adanya aturan ini tentu menjadi pendorong industri tekstil. Kita mengapresiasi langkah kementerian,” ungkap Ketua Umum API Ade Sudrajat Usman, kepada KONTAN, Minggu (31/1).

Dalam ketentuannya, mesin-mesin tekstil bekas yang dapat diimpor meliputi, mesin penggaruk, mesin penyisir, mesin penarik, mesin pemintal, mesin penggulung benang, mesin tenun (loom), mesin rajut bundar, mesin jahit, dan mesin penunjang lainnya.

Ade menjelaskan dengan adanya aturan ini, dapat memajukan industri tekstil terutama dari industri kecil menengah (IKM) untuk tumbuh dan berkembang. Khususnya dalam hal inovasi dan restorasi perbengkelan.

”Potensinya besar, khususnya diperbengkelan, kita saat ini masih sedikit industri komponen mesin pabrik tekstil, apalagi produsen pembuatnya,” kata Ade.

Dengan adanya insentif itu mesin jahit dan membuat produsen komponen mesin jahit akan maju. Tapi sayangnya Ade enggan merinci berapa pemain yang berada di sektor perbengkelan mesin.

Selain itu, untuk pabrik tekstil skala besar, Ade menjelaskan masih sedikit perusahaan yang mengimpor mesin bekas untuk menjadi alat produksinya.

”Mungkin ada tapi masih sangat sedikit kalau yang impor mesin besar, karena ini terkait dengan kualitas produk,” kata Ade.

Selain kualitas, pertimbangan harga juga menjadi salah satu alasan utama kenapa pabrikan tidak mengimpor mesin bekas. Misalnya, Lanjut Ade, Harga mesin power loom atau mesin tenun baru seharga US$ 120 ribu per mesin. Sedangkan harga yang bekas kurang lebih US$ 90-100 ribu.

”Harga tidak jauh beda. Sekarang mesin tenun juga ada dari Tiongkok lebih murah dibanding punya Eropa. Jadi lebih baik beli baru,” kata Ade.

Namun ada baiknya dibuat aturan impor mesin bekas dibatasi dengan usia lebih tua 5-10 tahun. Supaya teknologinya tidak tertinggal jauh dengan competitor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×