kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Strategi GIMNI hadapi kampanye negatif sawit


Senin, 23 Januari 2017 / 19:53 WIB
Strategi GIMNI hadapi kampanye negatif sawit


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Industri minyak kelapa sawit tanah air tengah terancam kampanye negatif di Uni Eropa. Pasca pemboikotan terhadap produk Nutella milik Ferrero, kini perusahaan makanan lainnya enggan menggunakan minyak sawit atau crude palm oil (CPO) sebagai salah satu bahan baku.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga mengatakan, kondisi terbaru, perusahaan-perusahaan makanan di Uni Eropa bahkan telah menggunakan label no palm oil agar bisnisnya bisa terus berlanjut.

Lanjut Sahat, sudah ada survei pasar di Eropa lewat big data. Survei tersebut menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Eropa termakan isu kesehatan tentang produk makanan yang menggunakan kelapa sawit. Ia mengatakan, kondisi sekarang ini tidak mudah bagi para pelaku industri kelapa sawit.

Minyak sawit diisukan mengandung senyawa kimiawi, yaitu MCPD dan Glycidyl Ester. Senyawa kimia tersebut, jika dikonsumsi terus menerus, dapat memicu penyakit degeneratif yang menimbulkan kerusakan jaringan atau organ tubuh, seperti kanker. Sahat menilai, isu tersebut sebagai kampanye negatif untuk mematikan pasar industri kelapa sawit Indonesia.

Maraknya kampanye negatif tersebut tentu berdampak pada anjloknya konsumsi olahan kelapa sawit di Eropa. Sahat menyebut, konsumsi olahan kelapa sawit, khususnya pada industri makanan di Eropa pada 2016 hanya sekitar 3,3 juta ton, turun dari tahun 2015 yang mencapai 4,3 juta ton.

Meski diterpa kampanye negatif, menurut Sahat, pihaknya tetap optimistis dan sudah menyiapkan tiga strategi untuk bertahan. Pertama, dalam urusan bisnis minyak kelapa sawit, Indonesia akan bekerjasama dengan Malaysia untuk biodiesel. "Kita harus perkuat untuk produksi biodiesel dan beberapa bahan kimia lain seperti . Edukasi konsumen juga bahwa kelapa sawit merupakan sumber daya yang sustainable," paparnya.

Kedua, GIMNI akan melebarkan pasar ke negara lain, tak hanya Uni Eropa, namun juga perkuat pasar ASEAN. Program ini juga kerjasama dengan Malaysia. Tak hanya kawasan ASEAN yang jadi bidikan, dua kawasan seperti Timur Tengah dan Afrika juga dinilai potensial. Strategi ini digunakan agar bisnis ekspor kelapa sawit Indonesia tidak hanya bergantung pada pasar Eropa.

Ketiga, produktivitas olahan kelapa sawit harus ditingkatkan. Jika di pasar Eropa tidak dapat menembus perusahaan makanan, olahan kelapa sawit bisa digunakan untuk biodiesel dan oleochemical maupun bahan kimia lainnya. "Mau tidak mau, produktivitas olahan kelapa sawit kita harus ditingkatkan. Semakin banyak manfaatnya, maka kita tidak perlu bergantung pada satu industri saja," papar Sahat.

Ia memaparkan, pada 2015, ekspor kelapa sawit Indonesia mencapai 27, 46 juta ton, lalu turun jadi 26,12 juta ton pada 2016. Penurunan ini terjadi karena produksi nasional juga menurun dan ada sedikit dampak dari kampanye negatif.

Tahun ini, Sahat berharap produksi kelapa sawit tanah air bisa membaik, sehingga nilai ekspor bisa mencapai 26,12 juta ton. "Dengan catatan jika iklim mendukung dan produksi membaik," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×