Surati Jokowi, APHI ngadu soal regulasi gambut

Jumat, 12 Mei 2017 | 06:26 WIB Sumber: Antara
Surati Jokowi, APHI ngadu soal regulasi gambut


PEKANBARU. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyuarakan aspirasi melalui surat kepada Presiden Joko Widodo agar pemerintah menanggapi dengan serius implikasi regulasi gambut terhadap kelangsungan industri dan dampak sosialnya.

Ketua APHI Komisariat Daerah Riau, Muller Tampubolon mengatakan pada Februari 2017 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan empat peraturan sebagai petunjuk teknis dari Peraturan Pemerintah No.57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Muller mengatakan, peraturan tersebut langsung diterapkan meski tidak memberikan kepastian untuk kelangsungan bisnis untuk pelaku usaha.

APHI berharap kebijakan lahan pengganti (land swap) seperti yang dijanjikan dalam PermenLHK No.17/2017 tentang Pembanggunan Hutan Tanaman Industri (HTI), dipastikan ketersediaan lahannya. Seharusnya revisi Rencana Kerja Usaha (RKU) baru dapat dilakukan jika lahan pengganti sudah ada dan layak kelola.

Namun, Muller mengatakan pemegang izin HTI diminta merevisi RKU paling lambat 5 Mei lalu.

Menurut dia, lahan pengganti yang bisa dipastikan oleh Kementerian LHK hanya seluas 10.360 hektare (Ha) yang ada di Riau. Padahal, dari 526.070 Ha areal HTI yang sudah ditanami di Riau, akibat regulasi yang baru telah membuat 398.216 Ha atau 76 persen telah berubah menjadi fungsi lindung

Pengurangan konsesi HTI yang sebelumnya ditanami akan membuat industri kehilangan bahan baku sekitar 9,5 juta meter kubik per tahun, sehingga produksi pulp dan kertas di Riau akan berkurang 2,12 juta ton per tahun.

Dampaknya terhadap penerimaan ekonomi negara adalah penurunan ekspor 1,48 ton per tahun, yang mengakibatkan kehilangan devisa negara sebesar US$ 594,720 miliar, belum termasuk pajak ekspor dan pajak lainnya.

"Lahan pengganti tidak sebanding dengan areal yang dibutuhkan seluas 398.216 hektare. Jika lahan pengganti berada di luar Riau, maka akan tidak efisien dan menambah biaya pengangkutan sampai ke pabrik," katanya.

Muller mengatakan, penerapan kebijakan dikonsesi yang sudah ditanami, mengakibatkan pemegang izin HTI kehilangan investasi yang sudah ada sekitar Rp6,63 triliun. Ditambah lagi dengan kewajiban bagi pemegang izin diwajibkan untuk menghutankan area yang dilepaskan tersebut.

"Biaya pemulihan dengan tanaman asli hutan dan sebagainya, diperkirakan bianya Rp40 juta per hektare, jadi total keseluruhan area hampir mencapai Rp16 triliun," katanya, Kamis (11/5).

Editor: Yudho Winarto

Terbaru