kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

AESI: Pemerintah bisa libatkan swasta dan masyarakat dalam optimalisasi investasi EBT


Rabu, 03 Juni 2020 / 20:10 WIB
AESI: Pemerintah bisa libatkan swasta dan masyarakat dalam optimalisasi investasi EBT
ILUSTRASI. Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Surya (PLTS)


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih menemui hambatan akibat berbagai faktor. Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) pun berharap pemerintah tidak jalan sendirian dalam mengembangkan EBT di Indonesia.

Seperti yang diketahui, pemerintah menargetkan perolehan investasi EBT sebesar US$ 2 miliar pada tahun 2020. Pemerintah juga menargetkan penambahan kapasitas pembangkit berbasis EBT sebanyak 686 megawatt (MW) menjadi 10.843 MW di tahun ini. Khusus untuk energi surya, penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) ditargetkan mencapai 116,5 MW menjadi 231,9 MW.

Baca Juga: Protokol baru, isi bensin wajib turun motor dan berdiri bersebrangan dengan operator

Sekretaris Jenderal AESI Arya Rezavidis menyebut, target investasi EBT di tahun ini pada dasarnya masih sangat mungkin dicapai terlepas dari adanya pandemi Corona. Hanya saja, persoalannya sekarang pemerintah seolah-olah mau mengambil jalan sendiri. Padahal, masyarakat juga bisa dilibatkan dalam investasi pengembangan EBT, lebih khusus energi surya.

Oleh karena itu, selain fokus pada pembuatan regulasi tarif pembangkit EBT, pemerintah juga diharapkan bisa membuat regulasi yang efeknya akan memudahkan masyarakat biasa menggunakan atau bahkan mengembangkan EBT skala kecil.

Selain itu, pemerintah sebaiknya fokus mengoptimalkan investasi pembangkit EBT di wilayah-wilayah terpencil di Indonesia. Umumnya, kawasan tersebut sulit diakses baik dari segi sarana transportasi maupun jaringan listrik. Alhasil, daerah seperti itu belum tentu menarik bagi para pengembang EBT dari segi komersial.

“Investor kalangan swasta lebih baik dimaksimalkan di kota-kota besar yang menarik secara komersial. Biar pemerintah melakukan penetrasi EBT di kawasan-kawasan terpencil yang sulit dijangkau oleh swasta,” ungkap dia, hari ini (3/6).

Baca Juga: Target investasi EBT tahun 2020 terancam meleset karena corona dan masalah regulasi

Di luar itu, Arya mengaku, proyek-proyek PLTS maupun PLTS atap mengalami perlambatan selama pandemi Corona meski di atas kertas proyek seperti itu masih bisa dilanjutkan dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat. “Kemarin-kemarin pengembangan PLTS masih sempat berjalan. Hanya saja sekarang mau tidak mau harus slow down karena ada pembatasan sosial berskala besar,” terang dia.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menyampaikan, untuk saat ini proyek EBT yang paling realistis dibangun dengan cepat adalah PLTS maupun PLTS atap. Pasalnya, proyek ini tidak memerlukan survei terlalu lama dan masa persiapan proyeknya bisa di bawah 18 bulan. Adapun masa konstruksinya hanya berkisar 9-12 bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×